Wednesday, 21 July 2021

Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3 berdasarkan PP no 22 tahun 2021

 

Usman Suwandi

Auditor / trainer ISO 14001, ISO 50001

 

 Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3 wajib memiliki Sistem Tanggap Darurat.

Sistem Tanggap Darurat adalah sistem pengendalian keadaan darurat yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanggulangan kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 akibat kejadian kecelakaan Pengelolaan Limbah B3.

Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). B3 didefinisikan sebagai zat, energi, dan/ atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak Lingkungan Hidup, dan/atau membahayakan Lingkungan Hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Ø  Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan Limbah B3.

Ø  Penghasil Limbah B3 adalah Setiap Orang yang karena Usaha dan/atau Kegiatannya menghasilkan Limbah B3.

Ø  Pengumpul Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pengumpulan Limbah B3 sebelum dikirim ke tempat Pengolahan Limbah B3, Pemanfaatan Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3.

Ø  Pengangkut Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pengangkutan Limbah B3.

Ø  Pemanfaat Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pemanfaatan Limbah B3.

Ø  Pengolah Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pengolahan Limbah B3.

Ø  Penimbun Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Penimbunan Lirnbah B3.

 

Sistem tanggap darurat dalam pengelolaan Limbah B3.

Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3 berdasarkan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 sesuai dengan kegiatan Pengelolaan Limbah B3 yang dilakukannya.

Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3 terdiri atas:

            a.  Pencegahan kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 melalui penyusunan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3;

            b.     Kesiapsiagaan melalui pelatihan dan geladi kedaruratan Pengelolaan Limbah B3; dan

            c.        Penanggulangan kedaruratan Pengelolaan Limbah B3.

Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 meliputi:

            a.     Keadaan darurat pada kegiatan Pengelolaan Limbah B3 yaitu pada kegiatan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.

            b.        Keadaan darurat Pengelolaan Limbah B3 skala kabupaten/kota;

            c.        Keadaan darurat Pengelolaan Limbah B3 skala provinsi; dan

            d.        Keadaan darurat Pengelolaan Limbah B3 skala nasional.

 

Program kedaruratan pengelolaan Limbah B3

Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3 wajib menyusun program kedaruratan Pengelolaan limbah B3 sesuai dengan kegiatan yang dilakukannya.

 

1. Skala kabupaten/ kota

Kepala instansi daerah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana, menyusun program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala kabupaten / kota.

Dalam penyusunan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala kabupaten/kota, Kepala instansi daerah kabupaten/ kota yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana berkoordinasi dengan:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3.

            b.        Menteri;

            c.        Gubernur;

            d.        Instansi lingkungan hidup kabupaten/kota; dan

            e.        Instansi terkait lainnya di kabupaten/kota.

Program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala kabupaten/kota merupakan bagian dari program penanggulangan bencana kabupaten / kota.

 

2. Skala provinsi

Kepala instansi daerah provinsi yang bertanggungjawab di bidang Penanggulangan bencana, menyusun program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala provinsi.

Dalam penyusunan program kedaruratan pengelolaan Limbah B3 skala provinsi, Kepala instansi daerah provinsi yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana berkoordinasi dengan:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3.

            b.        Menteri;

            c.        Instansi Lingkungan Hidup provinsi: dan

            d.        Instansi terkait lainnya di provinsi.

Program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala provinsi merupakan bagian dari program penanggulangan bencana provinsi.

 

3. Skala Nasional

Kepala Lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana, menyusun program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala nasional.

Dalam penyusunan program kedaruratan pengelolaan Limbah B3 skala nasional, Kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana berkoordinasi dengan:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3.

            b.        Menteri; dan

            c.        Kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

 

Program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala nasional merupakan bagian dari program penanggulangan bencana nasional.

Program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 paling sedikit meliputi:

            a.        infrastruktur; dan

            b.        fungsi penanggulangan

Infrastruktur paling sedikit meliputi:

            a.        organisasi;

            b.        koordinasi;

            c.        fasilitas dan peralatan termasuk peralatan peringatan dini dan alarm:

            d.        prosedur penanggulangan; dan

            e.        pelatihan dan geladi keadaan darurat.

Fungsi penanggulangan paling sedikit meliputi:

            a.        Identifikasi, pelaporan, dan pengaktifan;

            b.        Tindakan mitigasi;

            c.        Tindakan perlindungan segera;

            d.        Tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan keadaan darurat, pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup; dan

            e.        Pemberian informasi dan instruksi kepada masyarakat.

 

Pelatihan dan geladi kedaruratan

Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3 wajib menyelenggarakan pelatihan dan geladi kedaruratan untuk kegiatan yang dilakukannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk memastikan Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 dapat dilaksanakan.

 

1. Skala kabupaten/ kota

Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 skala kabupaten/kota dikoordinir oleh Kepala instansi daerah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana dan dilaksanakan berdasarkan program kedaruratan pengelolaan Limbah B3 skala kabupaten/kota, bersama dengan:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3 ;

            b.        Instansi Lingkungan Hidup kabupaten/kota; dan

            c.        Instansi terkait lainnya di kabupaten/kota,.

Kepala instansi daerah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana, mengoordinasikan pelatihan dan geladi kedaruratan secara terpadu sesuai dengan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 tingkat kabupaten/kota.

Pelatihan dan geladi kedaruratan wajib diikuti oleh:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, pengolah Limbah B3, dan/ atau Penimbun Limbah B3 ;

            b.        Instansi Lingkungan Hidup kabupaten/kota; dan

            c.        Instansi terkait lainnya di kabupaten/kota.

Pelatihan dan geladi kedaruratan diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun.

 

2. Skala provinsi

Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 skala provinsi dikoordinir oleh Kepala instansi daerah provinsi yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana dan dilaksanakan berdasarkan program kedaruratan pengelolaan Limbah B3 skala provinsi, bersama dengan:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3;

            b.        Instansi Lingkungan Hidup provinsi; dan

            c.        Instansi terkait lainnya di provinsi,

 

Kepala instansi daerah provinsi yang bertanggungiawab di bidang penanggulangan bencana, mengoordinasikan pelatihan dan geladi keadaan darurat secara terpadu sesuai dengan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala provinsi.

Pelatihan dan geladi keadaan darurat wajib diikuti oleh:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3;

            b.        Instansi Lingkungan Hidup provinsi; dan

            c.        Instansi terkait lainnya di provinsi.

Pelatihan dan geladi kedaruratan diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

 

3. Skala nasional

Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 skala nasional dikoordinir oleh Kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana dan dilaksanakan berdasarkan program kedaruratan pengelolaan Limbah B3 skala nasional, bersama dengan:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3;

            b.        Menteri; dan

            c.        Kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian.

Kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana, mengoordinir pelatihan dan geladi kedaruratan secara terpadu sesuai dengan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala nasional.

Pelatihan dan geladi keadaan darurat wajib diikuti oleh:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, pengolah Limbah B3, dan/ atau Penimbun Limbah B3;

            b.        Menteri; dan

            c.        Kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian.

Pelatihan dan geladi kedaruratan diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 4 (empat) tahun.

 

Penanggulangan kedaruratan dalam pengelolaan Limbah B3

Dalam melaksanakan penanggulangan kedaruratan Pengelolaan Limbah B3, setiap orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3 wajib mengutamakan keselamatan jiwa manusia. Penanggulangan dilaksanakan sesuai dengan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3.

Penanggulangan kedaruratan dalam pengelolaan Limbah B3 paling sedikit meliputi kegiatan:

            a.        Identifikasi keadaan darurat dalam pengelolaan Limbah B3; dan

            b.        Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.

 

Penanggulangan pencemaran dan/ atau kerusakan Lingkungan Hidup

Setiap Orang yang menghasilkan limbah B3, Pengumpul Limbah B3, pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/ atau Penimbun Limbah B3, yang melakukan pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup, wajib melaksanakan Penanggulangan Pencemaran dan / atau kerusakan Lingkungan Hidup.

Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3 yang melakukan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup wajib melaksanakan Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;

Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dilakukan dengan:

            a.        Pemberian informasi mengenai peringatan adanya Pencemaran dan/ atau Kerusakan Lingkungan Hidup kepada masyarakat.

Pemberian informasi mengenai peringatan adanya Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup diketahui.

             b.        Pengisolasian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.

Pengisolasian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:

1.    Evakuasi sumber daya untuk menjauhi sumber Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;

2.    Penggunaan alat pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;

3.    Identifikasi dan pemetaaan daerah berbahaya; dan

4.    Penyusunan dan penyampaian laporan terjadinya potensi Pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

            c.        Penghentian sumber Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.

Penghentian sumber Pencemaran dan/atau Kerusakan lingkungan Hidup dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:

1.    Penghentian proses produksi;

2.    Penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup;

3.    Tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup pada sumbernya; dan

4.    Penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

            d.        Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

 Beban biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, jika Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, tidak mulai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya Pencemaran dan/atau Kerusakan Linglungan Hidup, atas heban biaya:

            a.        Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan /atau Penimbun limbah B3; dan

            b.        Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3.

Biaya dapat berasal dari:

            a.        dana penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; atau

            b.        dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.

Biaya diperhitungkan sebagai kerugian lingkungan jika Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Linqkungan Hidup tidak dilakukan oleh:

            a.        Setiap Orang yang rnenghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Lirnbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun limbah B3; dan

            b.        Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3 .

Besaran kerugian lingkungan ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dengan pihak yang bersangkutan tersebut.

 

Pemulihan fungsi lingkungan Hidup

Dalam hal penanggulangan kedaruratan pengelolaan Limbah B3, terdapat Pencemaran Lingkungan Hidup, maka wajib dilakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup terhadap lahan terkontaminasi Limbah B3.

Setiap Orang yang menghasilkan limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/ atau Penimbun Limbah B3 yang melakukan pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup, wajib melaksanakan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.

Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3, yang melakukan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup, wajib melaksanakan  pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.

Pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup terhadap lahan terkontaminasi dilakukan dengan tahapan:

            a.        Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan zat pencemar;

            b.        Remediasi;

            c.        Rehabilitasi;

            d.        Restorasi; dan/atau

            e.        Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan zat pencemar dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:

Ø  Identifikasi lokasi, sumber, jenis, zat pencemar, serta besaran pencemaran;

Ø  Penghentian proses produksi;

Ø  Penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

Ø  Tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup pada sumbernya; dan

Ø  Penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Remediasi dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:

Ø  Pemilihan teknologi remediasi;

Ø  Penyusunan rencana dan pelaksanaan remediasi: dan

Ø  Penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan remediasi terhadap pencemaran lingkungan hidup kepada menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya

Rehabilitasi dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:

Ø  Identifikasi lokasi, penyebab dan besaran kerusakan Lingkungan Hidup;

Ø  Pemilihan metode rehabilitasi;

Ø  Penyusunan rencana dan pelaksanaan rehabilitasi; dan

Ø  Penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan rehabilitasi terhadap Kerusakan Lingkungan Hidup kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Restorasi dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:

Ø  Identifikasi lokasi, penyebab, dan besaran Kerusakan Lingkungan Hidup;

Ø  Pemilihan metode restorasi;

Ø  Penyusunan rencana dan pelaksanaan restorasi; dan

Ø  Penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan restorasi Kerusakan lingkungan Hidup kepada Menteri, gubernur, atau bupati/ wali kota sesuai dengan Kewenangannya.

Dokumen rencana pemulihan fungsi Lingkungan Hidup

Tahapan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup, dituangkan dalam dokumen rencana pemulihan fungsi Lingkungan Hidup. Dokumen rencana pemulihan fungsi Lingkungan Hidup harus mendapatkan persetujuan dari Menteri sebelum pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.

Dokumen rencana pemulihan fungsi Lingkungan Hidup memuat:

            a.        Tahapan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup; dan

            b.        Hasil identifikasi zat pencemar.

 

Identifikasi zat pencemar

Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan zat pencemar dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi identifikasi lokasi, sumber, jenis, zat pencemar, serta besaran pencemaran;

Identifikasi zat pencemar untuk tanah tercemar dilakukan melalui uji karakteristik beracun, melalui TCLP dan analisis total konsentrasi zat pencemar sebelum dilakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.

Nilai baku untuk identifikasi zat, dilakukan sesuai dengan nilai baku sebagamana tercantum dalam Lampiran XIII PP no 22 tahun 2021, dengan ketentuan:

Ø  jika konsentrasi zat pencemar lebih besar dari TCLPA dan/atau total konsentrasi A (TK-A), maka tanah dimaksud wajib dikelola sesuai dengan Pengelolaan Limbah B3 kategori l;

Ø  jika konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil dari TCLP-A dan/ atau total konsentrasi A (TK-A) dan lebih besar dari TCLP-B dan/atau total konsentrasi B (TK-B), tanah dimaksud wajib dikelola sesuai dengan Pengelolaan Limbah B3 kategori 2;

Ø  jika konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil dari TCLP-B dan/atau total konsentrasi B (TK-B) dan lebih besar dari TCLP-C dan/ atau total konsentrasi C (TK-C), tanah dimaksud wajib dikelola sesuai dengan pengelolaan Limbah nonB3; atau

Ø  jika konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil dari TCLP-C dan/atau total konsentrasi C (TK-C), tanah dimaksud dapat digunakan sebagai tanah pelapis dasar. Yang dimaksud dengan "tanah pelapis dasar" adalah tanah yang dapat digunakan sebagai pelapis dari suatu kegiatan konstruksi dan/ atau kegiatan sejenis.

 

Penetapan status pemulihan fungsi Lingkungan Hidup

Pemulihan fungsi Lingkungan Hidup dilaksanakan hingga memperoleh penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi dari Menteri. Untuk memperoleh penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi dari Menteri, harus diajukan permohonan secara tertulis.

Permohonan secara tertulis, dilengkapi dengan:

Ø  Identitas pemohon; dan

Ø  Laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Laporan pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup paling sedikit memuat:

Ø  Identitas pemohon; dan

Ø  Rincian pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.

Menteri setelah menerima permohonan penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi, memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Dalam hal hasil verifikasi menunjukkan:

Ø  Permohonan memenuhi persyaratan, maka Menteri menerbitkan penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui; atau

Ø  Permohonan tidak memenuhi persyaratan, maka Menteri menolak permohonan penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui disertai dengan alasan penolakan.

Penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi paling sedikit memuat:

Ø  tanggal penerbitan penetapan;

Ø  ringkasan hasil verifikasi;

Ø  pernyataan bahwa:

o   Pemulihan fungsi Lingkungan Hidup yang dilaksanakan telah layak dan dapat dihentikan; dan

o   Lingkungan Hidup telah kembali pada fungsi semula sebelum terjadinya Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.

 

Beban biaya pemulihan fungsi Lingkungan Hidup

Jika pemulihan fungsi Lingkungan Hidup tidak mulai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dilakukan,  maka Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya, menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup atas beban biaya:

Ø  Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah; dan

Ø  Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3,

 Biaya dapat berasal dari:

            a.        Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; atau

            b.        Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.

 Biaya diperhitungkan sebagai kerugian lingkungan jika pemulihan fungsi Lingkungan Hidup tidak dilakukan oleh:

a.    Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3; dan

b.    Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3.

 Besaran kerugian lingkungan, ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dengan pihak tersebut.

 

Pemulihan fungsi Lingkungan Hidup dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya jika:

Ø  Lokasi pencemaran tidak diketahui sumber pencemarannya; dan/atau

Ø  Tidak diketahui pihak yang melakukan pencemaran.

 

Laporan Pelaksanaan penanggulangan kdaruratan

Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3 dan/atau penimbun Limbah B3, berdasarkan program kedaruratan sesuai dengan kegiatan pengelolaan Limbah B3 yang dilakukannya, wajib melaksanakan kegiatan penanggulangan kedaruratan jika terjadi keadaan darurat dalam Pengelolaan Limbah B3 yang dilakukannya.

Pelaksanaan kegiatan penanggulangan kedaruratan, wajib dilaporkan secara tertulis dan berkala setiap hari kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan Kewenangannya.

Ø  Kepala instansi daerah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana menginisiasi dan memimpin pelaksanaan penanggulangan kedaruratan jika terjadi keadaan darurat skala kabupaten/kota. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3, wajib ikut serta melaksanakan penanggulangan kedaruratan.

Ø  Kepala instansi daerah provinsi yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana menginisiasi dan memimpin pelaksanaan penanggulangan kedaruratan jika terjadi keadaan darurat skala provinsi. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3, wajib ikut serta melaksanakan penanggulangan kedaruratan.

Ø  Kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana menginisiasi dan memimpin pelaksanaan penanggulangan kedaruratan jika terjadi keadaan darurat skala nasional. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3, wajib ikut serta melaksanakan penanggulangan kedaruratan.

 

 

Referensi

-   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

-   Lampiran IX - tabel 1. Daftar limbah B3 dari sumber tidak spesifik

-   Lampiran IX - tabel 2. Daftar limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3.

-   Lampiran IX - tabel 3. Daftar limbah B3 dari sumber spesifik umum

-   Lampiran IX - tabel 4. daftar limbah b3 dari sumber spesifik khusus (kode limbah, jenis limbah B3, sumber limbah, kategori bahaya).

-   Lampiran X - parameter uji karakteristik limbah bahan berbahaya dan beracun

-   lampiran XI - baku mutu karakteristik beracun melalui TCLP untuk penetapan kategori limbah b3 (zat pencemar, TCLP A, TCLP-B)

-   lampiran XIII - nilai baku karakteristik beracun melalui tclp dan total konsentrasi untuk penetapan pengelolaan tanah terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun

 

 

Bekasi , Mei 2021

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

Auditor internal perlu memahami file desain dan pengembangan

  Usman Suwandi Auditor / trainer ISO 9001; ISO 14001, ISO 13485; ISO 50001; ISO 45001; ISO 22000, MDD     Pendahuluan File desa...