Usman Suwandi
Auditor /
trainer ISO 14001, ISO 50001, ISCC
Dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan ISO
14001:2015, akan dapat membantu organisasi melindungi dan mengelola lingkungan
hidup, disamping untuk memenuhi peraturan yang terkait dengan lingkungan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan
hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara,
pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan
seimbang dengan fungsi Iingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan,
rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan
pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan
kualitas hidup dan mengubah gaya hidup manusia. Di samping menghasilkan produk
yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan aspek dan
dampak lingkungan, antara lain, dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat
mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lain.
Dengan menyadari hal tersebut, bahan berbahaya dan
beracun beserta limbahnya perlu dilindungi dan dikelola dengan baik.
Tujuan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup:
a.
Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b.
Menjamin keselamatan, kesehatan, dan
kehidupan manusia;
c.
Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup
dan kelestarian ekosistem;
d.
Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e.
Mencapai keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan lingkungan hidup;
f.
Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa
kini dan generasi masa depan;
g.
Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h.
Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana;
i.
Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j.
Mengantisipasi isu lingkungan global.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
meliputi:
a. Perencanaan;
b. Pemanfaatan;
c. Pengendalian;
d. Pemeliharaan;
e. Pengawasan; dan
f. Penegakan hukum.
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Hidup
Pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup, meliputi:
a. Pencegahan;
b. Penanggulangan; dan
c. Pemulihan.
Baku Mutu Lingkungan Hidup
Penentuan terjadinya pencemaran
lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
Baku mutu lingkungan hidup,
meliputi :
a. Baku mutu air (selanjutnya diatur oleh PP);
b. Baku mutu air limbah (selanjutnya diatur oleh PERMEN);
c. Baku mutu air laut (selanjutnya diatur oleh PP);
d. Baku mutu udara ambien (selanjutnya diatur oleh PP);
e. Baku mutu emisi (selanjutnya diatur oleh PERMEN);
f. Baku mutu gangguan (selanjutnya diatur oleh PERMEN); dan
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Untuk menentukan terjadinya
kerusakan lingkungan hidup, maka telah ditetapkan kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria
baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
Kriteria baku kerusakan
ekosistem, meliputi :
a. Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b. Kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran
hutan dan/atau lahan;
d. Kriteria baku kerusakan mangrove;
e. Kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. Kriteria baku kerusakan gambut;
g. Kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
h. Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya.
Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim
didasarkan pada paramater antara lain:
a. Kenaikan temperatur;
b. Kenaikan muka air laut;
c. Badai; dan/atau
d. Kekeringan.
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
Setiap usaha dan/atau kegiatan
yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki Amdal. Dampak
penting ditentukan berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. Luas wilayah penyebaran dampak;
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. Sifat kumulatif dampak;
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kriteria usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak penting, yang wajib dilengkapi dengan Amdal terdiri
atas:
- Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
- Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
- Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
- Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
- Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
- Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
- Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
- Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan /atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
- Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
(UKL - UPL)
Setiap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal, maka mereka wajib memiliki
UKL-UPL. Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
Bagi usaha dan/atau kegiatan
yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL, maka mereka wajib membuat “surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup”.
Kriteria penetapan jenis usaha
dan/atau kegiatan, yang wajib membuat “surat pernyataan kesanggupan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup”, yaitu :
a. Tidak termasuk dalam ketegori berdampak penting; dan
b. Kegiatan usaha mikro dan kecil.
Perizinan
Setiap usaha dan/atau kegiatan
yang wajib memiliki Amdal atau UKL- UPL, maka mereka wajib memiliki izin
lingkungan.
Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Setiap usaha dan/atau kegiatan
yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman
terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia,
wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Analisis risiko lingkungan
hidup meliputi:
- Pengkajian risiko;
- Pengelolaan risiko; dan/atau
- Komunikasi risiko.
Penanggulangan pencemaran lingkungan hidup.
Setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, wajib melakukan penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan :
a. Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup kepada masyarakat;
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan/atau
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi
lingkungan hidup.
Pemulihan fungsi lingkungan
hidup dilakukan dengan tahapan :
- Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
- Remediasi;
- Rehabilitasi;
- Restorasi; dan/atau
- Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemeliharaan lingkungan hidup.
Pemeliharaan lingkungan hidup
dilakukan melalui upaya:
a. Konservasi sumber daya alam;
b. Pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. Pelestarian fungsi atmosfer.
Konservasi sumber daya alam
meliputi kegiatan :
a. Perlindungan sumber daya alam;
b. Pengawetan sumber daya alam; dan
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
Pencadangan sumber daya alam
merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalamjangka waktu
tertentu.
Pelestarian fungsi atmosfer
meliputi:
a. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b. Upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c. Upaya perlindungan terhadap hujan asam.
Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3, wajib melakukan pengelolaan B3.
Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3)
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan
limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam hal B3 telah kedaluwarsa, maka pengelolaannya
mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. Dalam hal setiap
orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, maka pengelolaannya
diserahkan kepada pihak lain. Pengelolaan limbah B3 wajib men apat izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus
dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
Dumping
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin. Dumping hanya dapat dilakukan dengan izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Dumping hanya dapat
dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.
A.
Menuju Indonesia Hijau (MIH).
Program MIH bertujuan untuk
mendorong pemerintah daerah menambah tutupan vegetasi dalam rangka:
a. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. Mendorong pemanfaatan tutupan vegetasi secara bijaksana; dan
c. Meningkatkan resapan gas rumah kaca dalam rangka mitigasi perubahan
iklim.
Program Menuju Indonesia Hijau
(Program MIH) merupakan salah satu instrumen untuk pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah.
Pada ekosistem pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil, kondisinya juga semakin rusak dan menyebabkan menurunnya
ketersediaan sumber daya plasma nutfah dan meluasnya abrasi pantai. Kerusakan
ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil tersebut salah satunya akibat
deforestasi hutan mangrove. Kondisi kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau
kecil tersebut masih diperparah dengan adanya dampak perubahan iklim. Selain
itu, ekosistem pesisir khususnya terumbu karang dan padang lamun akan
terganggu, yang pada akhirnya akan mengancam ketersediaan ikan sebagai sumber
pangan bagi masyarakat.
Penanganan isu perubahan iklim
(climate change) baik berupa kegiatan
adaptasi maupun mitigasi belum dilaksanakan secara optimal di Indonesia. Padahal Indonesia sebagai negara kepulauan
yang melimpah sumberdaya alamnya dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di daerah tropis,
mempunyai posisi yang rentan dan strategis untuk berperan dalam menangani isu
ini. Program adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim mutlak dilakukan,
yang selain untuk menghindari dampak perubahan iklim juga untuk mengurangi
degradasi kualitas lingkungan hidup. Dalam upaya mitigasi perubahan iklim,
Pemerintah telah menetapkan komitmen target penurunan emisi gas rumah kaca pada
tahun 2020 sebesar 26% (business as usual) atau 41% (apabila ada bantuan luar
negeri).
Misi MIH
Untuk Menuju visi Indonesia
Hijau 2020, Misi yang dilakukan adalah:
1. Menjamin pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup dalam
pemanfaatan sumber daya alam yang berkesinambungan dengan memperhatikan
kearifan lokal.
2. Memperkuat kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan pengelolaan
lingkungan hidup, dalam pelaksanaan koordinasi, kemitraan, fasilitasi dan
bimbingan teknis.
3. Mendorong diterapkannya tatakelola lingkungan hidup yang transparan,
partisipatif dan akuntabel.
Tujuan MIH
Program MIH bertujuan untuk
menambah tutupan vegetasi dalam rangka meningkatkan kualitas, pelestarian
fungsi dan tatanan lingkungan hidup secara mandiri di daerah.
Sasaran MIH
Sasaran pelaksanaan Program
MIH, yakni:
1. Bertambahnya luasan tutupan vegetasi sesuai dengan tipe ekosistemnya.
2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat melalui pelestarian fungsi dan
tatanan lingkungan hidup, dalam upaya:
a. Pengendalian kerusakan sumber air.
b. Pengendalian kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
c. Pengelolaan keanekaragaman hayati.
3. Meningkatnya upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
4. Terbangunnya kolaborasi berbagai pihak dalam upaya konservasi kawasan yang berfungsi
lindung dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan
Dalam pelaksanaan pembangunan
nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara
seimbang, yakni pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian
lingkungan hidup. Untuk pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, pemerintah
menetapkan kebijakan umum pembangunan nasional yang harus memihak pada empat
hal, yakni penciptaan lapangan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan
(pro-poor), pertumbuhan (pro-growth), dan lingkungan hidup (pro-environment).
Sesuai dengan visi Program
Menuju Indonesia Hijau, yakni Menuju Indonesia Hijau 2020, maka penilaian
kinerja pemerintah daerah harus mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan tersebut, yakni:
1. Lingkungan hidup yang lestari
Prinsip lingkungan
hidup yang lestari merupakan prinsip utama yang harus menjadi pertimbangan
dalam pelaksanaan pembangunan. Lingkungan hidup yang lestari dinilai dari
meningkatnya kualitas lingkungan (tutupan vegetasi), fungsi (pada kawasan
berfungsi lindung) dan tatanan lingkungan hidup.
2. Kondisi sosial yang kuat
Prinsip sosial yang
kuat merupakan perwujudan partisipasi yang tinggi dari masyarakat dalam
pelaksanaan pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup yang didukung oleh
ekonomi masyarakat yang mandiri. Kondisi sosial yang kuat dinilai dari tingkat
kemandirian, keberdayaan dan kemitraan masyarakat. Keberadaan kearifan lokal
merupakan perwujudan kemandirian masyarakat yang dinilai dari upaya
mempertahankan keberlangsungannya. Pemanfaatan potensi sumber daya alam
setempat diarahkan pada upaya peningkatan keberdayaan dan kemitraan masyarakat.
3. Ekonomi berbasis jasa lingkungan.
Prinsip ekonomi
yang berbasis jasa lingkungan merupakan salah satu penerapan instrumen kegiatan
ekonomi yang membutuhkan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Penerapan ekonomi
berbasis jasa lingkungan dinilai dari jenis dan distribusi pemanfaatan jasa
lingkungan, serta tingkat ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan jasa
lingkungan.
B.
Kriteria bangunan ramah lingkungan
Bangunan dapat dikategorikan
sebagai bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria antara lain:
a. Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan yang antara lain
meliputi:
1. Material bangunan yang bersertifikat eco-label;
2. Material bangunan lokal.
b. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk konservasi sumber daya
air dalam bangunan gedung antara lain:
1. Mempunyai sistem pemanfaatan air yang dapat dikuantifikasi;
2. Menggunakan sumber air yang memperhatikan konservasi sumber daya air;
3. Mempunyai sistem pemanfaatan air hujan.
c. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi
energi antara lain:
1. Menggunakan sumber energi alternatif terbarukan yang rendah emisi gas
rumah kaca;
2. Menggunakan sistem pencahayaan dan pengkondisian udara buatan yang hemat
energi.
d. Menggunakan bahan yang bukan bahan perusak ozon dalam bangunan gedung
antara lain:
1. Refrigeran untuk pendingin udara yang bukan bahan perusak ozon;
2. Melengkapi bangunan gedung dengan peralatan pemadam kebakaran yang bukan
bahan perusak ozon.
e. Terdapat fasilitas,sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik
pada bangunan gedung antara lain:
1. Melengkapi bangunan gedung dengan sistem pengolahan air limbah domestik
pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus;
2. Melengkapi bangunan gedung dengan sistem pemanfaatan kembali air limbah
domestik hasil pengolahan pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus.
f. Terdapat fasilitas pemilahan sampah;
g. Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan antara lain:
1. Melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih;
2. Memaksimalkan penggunaan sinar matahari.
h. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan tapak berkelanjutan
antara lain:
1. Melengkapi bangunan gedung dengan ruang terbuka hijau sebagai taman dan
konservasi hayati, resapan air hujan dan lahan parkir;
2. Mempertimbangkan variabilitas iklim mikro dan perubahan iklim;
3. Mempunyai perencanaan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan tata
ruang;
4. Menjalankan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan perencanaan;
dan/atau
i. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana
antara lain:
1. Mempunyai sistem peringatan dini terhadap bencana dan bencana yang
terkait dengan perubahan iklim seperti: banjir, topan, badai, longsor dan
kenaikan muka air laut;
2. Menggunakan material bangunan yang tahan terhadap iklim atau cuaca
ekstrim intensitas hujan yang tinggi, kekeringan dan temperatur yang meningkat.
C.
Konservasi keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati merupakan
aset bagi pembangunan nasional dan daerah sehingga diperlukan pengelolaan
secara terpadu, baik antar sektor maupun antar tingkat pemerintahan; kegiatan
pembangunan dan/atau pemanfaatan sumber daya alam berpotensi mengakibatkan
kerusakan dan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati baik pada tingkat
sumber daya genetik, spesies, maupun ekosistem;
Keanekaragaman hayati merupakan
keanekaragaman makhluk hidup di muka bumi dan peranan-peranan ekologisnya, yang
meliputi keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman
genetik. Keanekaragaman ini terlihat pada:
1. Tingkat antar-spesies, misalnya dalam keluarga Mangifera ada mangga,
kebembem, kuweni, bacang, kemang, dan pakel; dalam keluarga Nephelium ada
rambutan, kapulasan, dan kelengkeng; contoh lain dalam keluarga Durio ada
durian, lai, krantongan, dan lahong.
2. Tingkat di dalam spesies. Contoh dalam spesies mangga terdapat mangga
golek, mangga arumanis, mangga indramayu, mangga lalijiwo, dan mangga manalagi;
dalam spesies rambutan ada rambutan binjai, rambutan aceh, rambutan rapiah, dan
sebagainya. Keanekaragaman ini juga ditunjukkan oleh kemampuan komponen
keanekaragaman hayati dalam memberikan manfaatnya, baik berupa barang dan jasa,
maupun yang berupa nilai dalam pemanfaatan lainnya. Komponen keanekaragaman
hayati yang telah dimanfaatkan disebut sumber daya hayati.
Keanekaragaman hayati meliputi
beberapa tingkatan, yaitu ekosistem, spesies, dan di dalam spesies atau
genetik. Spesies tumbuhan atau tanaman dan spesies hewan atau binatang secara
bersama-sama membentuk suatu masyarakat. Kumpulan makhluk hidup ini bersama
lingkungan fisiknya secara menyatu membentuk ekosistem. Ekosistem dapat
berbentuk alami, dapat juga buatan/binaan manusia. Di dalam ekosistem alami dan
ekosistem buatan/binaan terdapat juga keanekaragaman. Keanekaragaman
ekosistem, baik yang alami maupun yang binaan/buatan diidentifikasi telah
memberikan berbagai manfaat.
Bila di suatu daerah terdapat
lebih banyak ragam ekosistem, lebih besar pula peluang bagi daerah pemiliknya
untuk memanfaatkan keanekaragaman ekosistem ini. Ekosistem pun dapat memberikan
kontribusi manfaatnya dalam bentuk barang dan jasa. Keanekaragaman hayati
bervariasi menurut masing-masing daerah. Di samping itu, dalam batas tertentu,
masing-masing daerah menunjukkan kekhasan, baik tumbuhan, tanaman maupun satwa/
hewannya. Secara alami komponen keanekaragaman makhluk hidup mempunyai
keterbatasan persebaran, sehingga tiap daerah pun menunjukkan kekhasan dalam
menampilkan keanekaragaman hayatinya. Tingginya tingkat keanekaragaman hayati
suatu daerah memberikan peluang pemanfaatan yang lebih tinggi, karena semakin
banyaknya pilihan dan cadangan (dalam bentuk barang dan jasa) yang dapat
dimanfaatkan. Dengan demikian, daerah yang memiliki keanekaragaman hayati
tinggi mempunyai peluang besar pula untuk memperoleh keuntungan dari
pemanfaatan keanekaragaman hayati dan bagian-bagiannya. Jelaslah bahwa
keanekaragaman hayati dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah,
masyarakat dan lingkungannya, baik dalam bentuk moneter maupun non moneter.
Untuk mewujudkan manfaat keanekaragaman hayati secara nyata, penguasaan
pengetahuan dan tersedianya dokumen mengenai keanekaragaman hayati merupakan
syarat penting yang harus dipenuhi oleh daerah.
Pengertian dan manfaat profil
keanekaragaman hayati daerah
Profil keanekaragaman hayati daerah merupakan
gambaran keanekaragaman hayati yang terdapat atau dimiliki oleh suatu daerah.
Keanekaragaman hayati ini mencakup tingkatan ekosistem, spesies, dan tingkatan
di dalam spesies atau genetik, baik yang alami maupun yang telah dibudidayakan.
Profil
keanekaragaman hayati daerah mempunyai manfaat dan nilai penting bagi daerah, sebagai:
1. Data dasar mengenai keanekaragaman hayati daerah.
2. Kekuatan tawar pada saat komponen keanekaragaman hayati akan diakses oleh
pemohon.
3. Pendukung pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, penyusunan strategi
dan rancang tindak pengelolaan keanekaragaman hayati daerah.
Keadaan bentang alam
Bentang alam adalah hamparan
lahan yang berisi bermacam macam ekosistem atau habitat yang menjadi tempat
hidup berbagai makhluk hidup. Jadi selain keadaan fisik, keadaan bentang alam
ditentukan juga oleh kandungan hayati di dalamnya. Masing-masing daerah memiliki
bentang alam yang berbeda, khas menurut daerahnya. Dengan diketahuinya bentang
alam di suatu daerah akan dapat diketahui pula keberadaan berbagai ekosistem
dan spesies yang merupakan kandungan hayati di dalam bentang alam. Dengan
cakupan seperti itu, keberadaan bentang alam dapat dimanfaatkan, baik dari segi
fisik maupun dari segi hayatinya. Untuk memanfaatkannya sehubungan dengan
pengembangan profil keanekaragaman hayati, maka perlu diketahui gambaran bentang alam yang
bersangkutan dan diidentifikasi unsur-unsur hayati yang ada di dalamnya.
Keanekaragaman Ekosistem
Yang dimaksud ekosistem adalah
tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan
saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup. Data mengenai keanekaragaman ekosistem hendaknya dapat
menggambarkan keberadaan berbagai tipe ekosistem di daerah. Ekosistem-ekosistem
ini dikelompokkan menjadi ekosistem alami dan ekosistem buatan/binaan, baik di
daratan maupun di lingkungan perairan.
Keanekaragaman Spesies
Yang dimaksud dengan spesies
adalah kumpulan individu makhluk hidup yang mempunyai ciri-ciri genetik yang
sama sehingga satu dengan yang lain dapat melakukan reproduksi.
Sebagai contoh dapat disebutkan
hubungan ayam kampung, ayam hutan merah, ayam hutan hijau, dan bekisar. Ayam
kampung adalah spesies yang sama dengan ayam hutan merah, karena keduanya dapat
kawin dan menghasilkan keturunan yang dapat bereproduksi lagi. Lain halnya
dengan ayam kampung yang disilangkan dengan ayam hutan hijau, akan diperoleh
keturunan yang tidak mampu bereproduksi lagi, yaitu ayam bekisar.
Spesies dapat dikelompokkan
menurut tempat hidup dan pengelolaannya, spesies dapat dikelompokkan menjadi
spesies liar dan spesies budidaya. Spesies liar yang belum dibudidayakan
merupakan kelompok makhluk hidup yang terdiri atas populasi yang berada di
habitat alami yang sesuai. Habitat ini tersebar di kawasan dengan batas
geografi tertentu, contohnya adalah sagu yang alaminya tersebar di daerah Maluku
dan Papua, dan lai (Durio kutajensis) mempunyai sebaran alami di Kalimantan.
Contoh untuk spesies hewan
adalah Badak cula dua yang hanya terdapat di Sumatra, anoa hanya di Sulawesi,
dan kanguru hanya di Papua. Spesies tanaman maupun hewan budi daya tidak
mempunyai batas alami dan tidak memiliki kekhasan dalam penyebarannya.
Spesies juga dikelompokkan
menurut persebaran ekologi atau habitatnya (daratan/terestrial atau
perairan/akuatik). Kelompok kelompok tersebut dapat disubkelompokkan lagi.
Spesies terestrial terdiri atas spesies dataran rendah atau dataran tinggi,
sedangkan spesies akuatik dapat dikelompokkan lagi menjadi spesies air tawar,
spesies lautan, dan spesies payau.
Berdasarkan fungsinya, spesies
budi daya dikelompokkan menjadi pangan, papan, obat-obatan dan rempah, pakan,
dan juga jasa.
Spesies budidaya dikelompokkan
berdasarkan sektor pengelolaanya, yaitu pertanian (termasuk perkebunan,
hortikultura, peternakan), kehutanan, kelautan dan perikanan, kesehatan, dan
industri.
Keanekaragaman Genetik
Sumber daya genetik atau plasma
nutfah adalah bahan tanaman, hewan, jasad renik, yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sumber daya genetik
ini mempunyai nilai baik yang nyata, yaitu telah diwujudkan dalam pemanfaatan,
maupun yang masih pada taraf potensi yaitu yang belum diketahui manfaatnya.
Pada tanaman, sumber daya genetik terdapat dalam biji, jaringan, bagian lain
tanaman, serta tanaman muda dan dewasa. Pada hewan atau ternak, sumber daya genetik
terdapat dalam jaringan, bagian-bagian hewan lainnya, semen, telur, embrio,
hewan hidup, baik yang muda maupun yang dewasa. Sumber daya genetik dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pemuliaan dalam mengembangkan varietas baru
tanaman atau menghasilkan rumpun baru ternak.
Sumber daya genetik dapat
terkandung di dalam varietas tradisional dan varietas mutakhir atau kerabat
liarnya. Bahan genetik ini merupakan bahan mentah yang sangat penting bagi para
pemulia tanaman, hewan dan ikan. Bahan genetik ini merupakan bahan cadangan
bagi makhluk untuk penyesuaian genetik dalam mengatasi perubahan kondisi
lingkungan yang membahayakan dan perubahan kondisi ekosistem yang tidak
mendukung kehidupan makhluk.
Banyak spesies tanaman di
Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya genetik tinggi dan persebarannya
meliputi berbagai daerah. Setiap daerah di Indonesia memiliki beberapa sumber
daya genetik yang khas, yang sering berbeda dengan yang ada di daerah lain.
Contoh yang dapat dikemukakan adalah beberapa varitas padi yang khas untuk
lokasinya. Kenyataan ini merupakan suatu potensi yang bernilai tinggi bagi
daerah untuk memanfaatkan fenomena tersebut. Sebagian dari sumber daya genetik
tersebut ada yang telah dikembangkan sehingga mempunyai nilai ekonomi tinggi,
tetapi banyak pula di antaranya yang belum dimanfaatkan sama sekali, sehingga
mengalami ancaman kepunahan. Contoh plasma nutfah tanaman yang pemanfaatannya
telah dikembangkan adalah salak Pondoh (Yogyakarta), salak Bali (Bali), nenas
Bogor (Bogor), duren Petruk (Semarang), mangga Gedong Gincu (Cirebon), beras
Rojolele (Delanggu), beras Cianjur (Cianjur), bareh Solok (Solok), dan
sebagainya.
Pada ternak, walaupun tidak
sebanyak pada tanaman, beberapa spesies ternak memiliki keanekaragaman sumber
daya genetik cukup tinggi, sebagian besar telah dikembangkan pemanfaantannya
dan memiliki nilai ekonomi. Contoh sapi Bali (Bali), ayam Kedu (Kedu), domba
Ekor Tipis (Garut), itik Alabio (Alabio, Kalimantan Selatan), dan sebagainya.
Pemanfaatan plasma nutfah ikan dapat dilakukan melalui upaya budi daya dan
penangkaran. Ikan emas dan ikan gurame telah dibudidayakan dan dimuliakan
menjadi beberapa varietas yang bernilai ekonomi tinggi.
Indonesia merupakan salah satu
dari dua belas Pusat Keanekaragaman Hayati Vavilov untuk tanaman pertanian
karena merupakan kawasan terluas di Pusat Indomalaya.
Tanaman pertanian seperti
pisang (Musa spp.), pala (Myristica fragrans), cengkeh (Syzygium aromaticum),
durian (Durio spp.), mangga (Mangifera spp), dan rambutan (Nephelium spp.)
adalah tumbuhan asli kawasan ini, dan Indonesia merupakan pusat keanekaragaman
tanaman tersebut. Beberapa tanaman sayuran seperti kecipir yang asli Indonesia
telah berkembang menghasilkan keanekaragaman yang cukup tinggi.
D.
Dokumen Lingkungan Hidup
Jenis dokumen
lingkungan hidup
Dokumen lingkungan hidup
terdiri atas:
a.
Dokumen Amdal
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) ;
b.
Formulir UKL-UPL
(Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup); dan
c.
SPPL (Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup).
Dokumen Amdal dan
formulir UKL-UPL merupakan persyaratan mengajukan permohonan izin lingkungan.
SPPL disusun untuk usaha
dan/atau kegiatan yang tidak wajib Amdal dan/atau UKL-UPL.
Tujuan dan
fungsi Andal
Andal disusun dengan tujuan untuk menyampaikan telaahan
secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Hasil kajian dalam Andal berfungsi untuk memberikan pertimbangan guna
pengambilan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan dari rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diusulkan.
Dokumen RKL –
RPL
Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup / RKL adalah upaya penanganan dampak lingkungan yang
ditimbulkan dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup / RPL adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
RKL-RPL harus memuat
mengenai upaya untuk menangani dampak dan memantau komponen lingkungan hidup
yang terkena dampak terhadap keseluruhan dampak, bukan hanya dampak yang
disimpulkan sebagai dampak penting dari hasil proses evaluasi holistik dalam
Andal. Sehingga untuk beberapa dampak yang disimpulkan sebagai bukan dampak
penting, namun tetap memerlukan dan direncanakan untuk dikelola dan dipantau
(dampak lingkungan hidup lainnya), maka tetap perlu disertakan rencana
pengelolaan dan pemantauannya dalam RKL-RPL.
Lingkup rencana pengelolaan lingkungan hidup :
RKL memuat upaya-upaya
mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup dan
dampak lingkungan hidup lainnya yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak
positif yang timbul sebagai akibat dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dalam pengertian tersebut upaya pengelolaan lingkungan hidup antara lain
mencakup kelompok aktivitas sebagai berikut:
a.
Pengelolaan
lingkungan yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif
lingkungan hidup;
b. Pengelolaan
lingkungan hidup yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau
mengendalikan dampak negatif baik yang timbul pada saat usaha dan/atau
kegiatan; dan/atau
c.
Pengelolaan
lingkungan hidup yang bersifat meningkatkan dampak positif sehingga dampak
tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar, baik kepada pemrakarsa
maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak positif
tersebut.
Untuk menangani dampak
penting yang sudah diprediksi dari studi Andal dan dampak lingkungan hidup
lainnya, pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan dapat menggunakan salah
satu atau beberapa pendekatan lingkungan hidup yang selama ini dikenal seperti:
teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi.
Lingkup rencana pemantauan lingkungan hidup :
Pemantauan lingkungan
hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi pada
berbagai tingkatan, mulai dari tingkat proyek (untuk memahami perilaku dampak
yang timbul akibat usaha dan/atau kegiatan), sampai ke tingkat kawasan atau
bahkan regional; tergantung pada skala masalah yang dihadapi.
Pemantauan merupakan
kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, sistematis dan terencana.
Pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan yang relevan untuk digunakan
sebagai indikator untuk mengevaluasi penaatan (compliance), kecenderungan
(trendline) dan tingkat kritis (critical level) dari suatu pengelolaan
lingkungan hidup.
Bentuk Pengelolaan Lingkungan Hidup :
Dalam
penyusun dokumen Amdal menjelaskan secara rinci upaya-upaya pengelolaan
lingkungan hidup yang akan dilakukan. Secara umum, bentuk pengelolaan
lingkungan dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu:
a.
Pendekatan
teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang digunakan
untuk mengelola dampak penting lingkungan hidup.
b.
Pendekatan
sosial ekonomi
Pendekatan
ini adalah langkah-langkah yang akan ditempuh pemrakarsa dalam upaya
menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan yang berlandaskan pada
interaksi sosial, dan bantuan peran pemerintah.
c.
Pendekatan
institusi
Pendekatan
ini adalah mekanisme kelembagaan yang akan ditempuh pemrakarsa dalam rangka
menanggulangi dampak penting lingkungan hidup.
Jumlah dan
jenis izin PPLH yang dibutuhkan :
Dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan yang diajukan
memerlukan izin PPLH, maka penyusun dokumen Amdal sudah mengidentifikasi dan
merumuskan daftar jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang dibutuhkan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan hidup.
Referensi:
-
ISO 14001:2015. Environmental management system –
Requirements with guidance for use. International Organization for
Standardization
-
ISO 14004:2016. Environmental management system –
General Guidelines on Implementation. International Organization for
Standardization
-
Keputusan menteri negara lingkungan hidup no.
17 tahun 2001 tentang : jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup
-
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Daerah
-
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 08 Tahun 2010 Tentang Kriteria Dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan
-
Peraturan menteri negara lingkungan hidup
republik indonesia nomor 05 tahun 2011 tentang program penilaian peringkat
kinerja perusahaan dalam Pengelolaan lingkungan hidup
-
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Program Menuju Indonesia Hijau
-
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup
-
Undang Undang Republik Indonesia no 32/2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
No comments:
Post a Comment