Saturday, 15 February 2020

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup



Usman Suwandi
Auditor / trainer ISO 14001, ISO 50001, ISCC


Dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2015, akan dapat membantu organisasi melindungi dan mengelola lingkungan hidup, disamping untuk memenuhi peraturan yang terkait dengan lingkungan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.

Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi Iingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup dan mengubah gaya hidup manusia. Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan aspek dan dampak lingkungan, antara lain, dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Dengan menyadari hal tersebut, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dilindungi dan dikelola dengan baik.

Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup:
a.    Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b.    Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c.    Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d.    Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e.    Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f.     Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g.    Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h.    Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i.      Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j.      Mengantisipasi isu lingkungan global.




Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, meliputi:
a.    Perencanaan;
b.    Pemanfaatan;
c.    Pengendalian;
d.    Pemeliharaan;
e.    Pengawasan; dan
f.     Penegakan hukum.


Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, meliputi:
a.    Pencegahan;
b.    Penanggulangan; dan
c.    Pemulihan.


Baku Mutu Lingkungan Hidup
Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.

Baku mutu lingkungan hidup, meliputi :
a.    Baku mutu air (selanjutnya diatur oleh PP);
b.    Baku mutu air limbah (selanjutnya diatur oleh PERMEN);
c.    Baku mutu air laut (selanjutnya diatur oleh PP);
d.    Baku mutu udara ambien (selanjutnya diatur oleh PP);
e.    Baku mutu emisi (selanjutnya diatur oleh PERMEN);
f.     Baku mutu gangguan (selanjutnya diatur oleh PERMEN); dan


Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, maka telah ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.

Kriteria baku kerusakan ekosistem, meliputi :
a.    Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b.    Kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c.    Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
d.    Kriteria baku kerusakan mangrove;
e.    Kriteria baku kerusakan padang lamun;
f.     Kriteria baku kerusakan gambut;
g.    Kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
h.    Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya.



Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada paramater antara lain:


a.    Kenaikan temperatur;
b.    Kenaikan muka air laut;
c.    Badai; dan/atau
d.    Kekeringan.

Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki Amdal. Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria  sebagai berikut :
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b.    Luas wilayah penyebaran dampak;
c.    Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d.    Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e.    Sifat kumulatif dampak;
f.     Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g.    Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting, yang wajib dilengkapi dengan Amdal terdiri atas:
    1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
    2. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
    3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
    4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
    5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
    6. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
    7. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
    8. Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan /atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
    9. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL - UPL)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal, maka mereka wajib memiliki UKL-UPL. Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.

Bagi usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL, maka mereka wajib membuat “surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup”.

Kriteria penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan, yang wajib membuat “surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup”, yaitu :
a.    Tidak termasuk dalam ketegori berdampak penting; dan
b.    Kegiatan usaha mikro dan kecil.


Perizinan
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL- UPL, maka mereka wajib memiliki izin lingkungan.


Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia, wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Analisis risiko lingkungan hidup meliputi:
    1. Pengkajian risiko;
    2. Pengelolaan risiko; dan/atau
    3. Komunikasi risiko.

 Penanggulangan pencemaran lingkungan hidup.
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan :
a.   Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
b.    Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c.    Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d.    Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan :
    1. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
    2. Remediasi;
    3. Rehabilitasi;
    4. Restorasi; dan/atau
    5. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pemeliharaan lingkungan hidup.
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a.    Konservasi sumber daya alam;
b.    Pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c.    Pelestarian fungsi atmosfer.

Konservasi sumber daya alam meliputi kegiatan :
a.    Perlindungan sumber daya alam;
b.    Pengawetan sumber daya alam; dan
c.    Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.

Pencadangan sumber daya alam merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalamjangka waktu tertentu.

Pelestarian fungsi atmosfer meliputi:
a.    Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b.    Upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c.    Upaya perlindungan terhadap hujan asam.


Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3, wajib melakukan pengelolaan B3.


Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3)
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam hal B3 telah kedaluwarsa, maka pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, maka pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. Pengelolaan limbah B3 wajib men apat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.


Dumping
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Dumping hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Dumping hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.


A.   Menuju Indonesia Hijau (MIH).

Program MIH bertujuan untuk mendorong pemerintah daerah menambah tutupan vegetasi dalam rangka:
a.    Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b.    Mendorong pemanfaatan tutupan vegetasi secara bijaksana; dan
c.  Meningkatkan resapan gas rumah kaca dalam rangka mitigasi perubahan iklim.

Program Menuju Indonesia Hijau (Program MIH) merupakan salah satu instrumen untuk pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Pada ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, kondisinya juga semakin rusak dan menyebabkan menurunnya ketersediaan sumber daya plasma nutfah dan meluasnya abrasi pantai. Kerusakan ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil tersebut salah satunya akibat deforestasi hutan mangrove. Kondisi kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil tersebut masih diperparah dengan adanya dampak perubahan iklim. Selain itu, ekosistem pesisir khususnya terumbu karang dan padang lamun akan terganggu, yang pada akhirnya akan mengancam ketersediaan ikan sebagai sumber pangan bagi masyarakat.

Penanganan isu perubahan iklim (climate change) baik berupa kegiatan adaptasi maupun mitigasi belum dilaksanakan secara optimal di Indonesia.  Padahal Indonesia sebagai negara kepulauan yang melimpah sumberdaya alamnya dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di daerah tropis, mempunyai posisi yang rentan dan strategis untuk berperan dalam menangani isu ini. Program adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim mutlak dilakukan, yang selain untuk menghindari dampak perubahan iklim juga untuk mengurangi degradasi kualitas lingkungan hidup. Dalam upaya mitigasi perubahan iklim, Pemerintah telah menetapkan komitmen target penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar 26% (business as usual) atau 41% (apabila ada bantuan luar negeri).


Misi MIH
Untuk Menuju visi Indonesia Hijau 2020, Misi yang dilakukan adalah:
1. Menjamin pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup dalam pemanfaatan sumber daya alam yang berkesinambungan dengan memperhatikan kearifan lokal.
2.    Memperkuat kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup, dalam pelaksanaan koordinasi, kemitraan, fasilitasi dan bimbingan teknis.
3. Mendorong diterapkannya tatakelola lingkungan hidup yang transparan, partisipatif dan akuntabel.

Tujuan MIH
Program MIH bertujuan untuk menambah tutupan vegetasi dalam rangka meningkatkan kualitas, pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup secara mandiri di daerah.

Sasaran MIH
Sasaran pelaksanaan Program MIH, yakni:
1.    Bertambahnya luasan tutupan vegetasi sesuai dengan tipe ekosistemnya.
2.    Meningkatnya kesejahteraan masyarakat melalui pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup, dalam upaya:
a.    Pengendalian kerusakan sumber air.
b.    Pengendalian kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
c.    Pengelolaan keanekaragaman hayati.
3.    Meningkatnya upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
4.  Terbangunnya kolaborasi berbagai pihak dalam upaya konservasi kawasan yang berfungsi lindung dan pelestarian keanekaragaman hayati.


Prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, yakni pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup. Untuk pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, pemerintah menetapkan kebijakan umum pembangunan nasional yang harus memihak pada empat hal, yakni penciptaan lapangan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan (pro-poor), pertumbuhan (pro-growth), dan lingkungan hidup (pro-environment).

Sesuai dengan visi Program Menuju Indonesia Hijau, yakni Menuju Indonesia Hijau 2020, maka penilaian kinerja pemerintah daerah harus mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan tersebut, yakni:
1.    Lingkungan hidup yang lestari
Prinsip lingkungan hidup yang lestari merupakan prinsip utama yang harus menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pembangunan. Lingkungan hidup yang lestari dinilai dari meningkatnya kualitas lingkungan (tutupan vegetasi), fungsi (pada kawasan berfungsi lindung) dan tatanan lingkungan hidup.
2.    Kondisi sosial yang kuat
Prinsip sosial yang kuat merupakan perwujudan partisipasi yang tinggi dari masyarakat dalam pelaksanaan pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup yang didukung oleh ekonomi masyarakat yang mandiri. Kondisi sosial yang kuat dinilai dari tingkat kemandirian, keberdayaan dan kemitraan masyarakat. Keberadaan kearifan lokal merupakan perwujudan kemandirian masyarakat yang dinilai dari upaya mempertahankan keberlangsungannya. Pemanfaatan potensi sumber daya alam setempat diarahkan pada upaya peningkatan keberdayaan dan kemitraan masyarakat.
3.    Ekonomi berbasis jasa lingkungan.
Prinsip ekonomi yang berbasis jasa lingkungan merupakan salah satu penerapan instrumen kegiatan ekonomi yang membutuhkan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Penerapan ekonomi berbasis jasa lingkungan dinilai dari jenis dan distribusi pemanfaatan jasa lingkungan, serta tingkat ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan jasa lingkungan.


B.   Kriteria bangunan ramah lingkungan

Bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria antara lain:
a.    Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan yang antara lain meliputi:
1.    Material bangunan yang bersertifikat eco-label;
2.    Material bangunan lokal.
b.    Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk konservasi sumber daya air dalam bangunan gedung antara lain:
1.    Mempunyai sistem pemanfaatan air yang dapat dikuantifikasi;
2.    Menggunakan sumber air yang memperhatikan konservasi sumber daya air;
3.    Mempunyai sistem pemanfaatan air hujan.
c.    Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi energi antara lain:
1.    Menggunakan sumber energi alternatif terbarukan yang rendah emisi gas rumah kaca;
2.    Menggunakan sistem pencahayaan dan pengkondisian udara buatan yang hemat energi.
d.    Menggunakan bahan yang bukan bahan perusak ozon dalam bangunan gedung antara lain:
1.    Refrigeran untuk pendingin udara yang bukan bahan perusak ozon;
2.    Melengkapi bangunan gedung dengan peralatan pemadam kebakaran yang bukan bahan perusak ozon.
e.    Terdapat fasilitas,sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik pada bangunan gedung antara lain:
1.    Melengkapi bangunan gedung dengan sistem pengolahan air limbah domestik pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus;
2.    Melengkapi bangunan gedung dengan sistem pemanfaatan kembali air limbah domestik hasil pengolahan pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus.
f.     Terdapat fasilitas pemilahan sampah;
g.    Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan antara lain:
1.    Melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih;
2.    Memaksimalkan penggunaan sinar matahari.                 
h.    Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan tapak berkelanjutan antara lain:
1.    Melengkapi bangunan gedung dengan ruang terbuka hijau sebagai taman dan konservasi hayati, resapan air hujan dan lahan parkir;
2.    Mempertimbangkan variabilitas iklim mikro dan perubahan iklim;
3.    Mempunyai perencanaan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan tata ruang;
4.    Menjalankan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan perencanaan; dan/atau
i.      Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana antara lain:
1.    Mempunyai sistem peringatan dini terhadap bencana dan bencana yang terkait dengan perubahan iklim seperti: banjir, topan, badai, longsor dan kenaikan muka air laut;
2.    Menggunakan material bangunan yang tahan terhadap iklim atau cuaca ekstrim intensitas hujan yang tinggi, kekeringan dan temperatur yang meningkat.


C.   Konservasi keanekaragaman hayati.

Keanekaragaman hayati merupakan aset bagi pembangunan nasional dan daerah sehingga diperlukan pengelolaan secara terpadu, baik antar sektor maupun antar tingkat pemerintahan; kegiatan pembangunan dan/atau pemanfaatan sumber daya alam berpotensi mengakibatkan kerusakan dan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati baik pada tingkat sumber daya genetik, spesies, maupun ekosistem;

Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman makhluk hidup di muka bumi dan peranan-peranan ekologisnya, yang meliputi keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman genetik. Keanekaragaman ini terlihat pada:
1. Tingkat antar-spesies, misalnya dalam keluarga Mangifera ada mangga, kebembem, kuweni, bacang, kemang, dan pakel; dalam keluarga Nephelium ada rambutan, kapulasan, dan kelengkeng; contoh lain dalam keluarga Durio ada durian, lai, krantongan, dan lahong.
2.   Tingkat di dalam spesies. Contoh dalam spesies mangga terdapat mangga golek, mangga arumanis, mangga indramayu, mangga lalijiwo, dan mangga manalagi; dalam spesies rambutan ada rambutan binjai, rambutan aceh, rambutan rapiah, dan sebagainya. Keanekaragaman ini juga ditunjukkan oleh kemampuan komponen keanekaragaman hayati dalam memberikan manfaatnya, baik berupa barang dan jasa, maupun yang berupa nilai dalam pemanfaatan lainnya. Komponen keanekaragaman hayati yang telah dimanfaatkan disebut sumber daya hayati.

Keanekaragaman hayati meliputi beberapa tingkatan, yaitu ekosistem, spesies, dan di dalam spesies atau genetik. Spesies tumbuhan atau tanaman dan spesies hewan atau binatang secara bersama-sama membentuk suatu masyarakat. Kumpulan makhluk hidup ini bersama lingkungan fisiknya secara menyatu membentuk ekosistem. Ekosistem dapat berbentuk alami, dapat juga buatan/binaan manusia. Di dalam ekosistem alami dan ekosistem buatan/binaan terdapat juga keanekaragaman. Keanekaragaman ekosistem, baik yang alami maupun yang binaan/buatan diidentifikasi telah memberikan berbagai manfaat.

Bila di suatu daerah terdapat lebih banyak ragam ekosistem, lebih besar pula peluang bagi daerah pemiliknya untuk memanfaatkan keanekaragaman ekosistem ini. Ekosistem pun dapat memberikan kontribusi manfaatnya dalam bentuk barang dan jasa. Keanekaragaman hayati bervariasi menurut masing-masing daerah. Di samping itu, dalam batas tertentu, masing-masing daerah menunjukkan kekhasan, baik tumbuhan, tanaman maupun satwa/ hewannya. Secara alami komponen keanekaragaman makhluk hidup mempunyai keterbatasan persebaran, sehingga tiap daerah pun menunjukkan kekhasan dalam menampilkan keanekaragaman hayatinya. Tingginya tingkat keanekaragaman hayati suatu daerah memberikan peluang pemanfaatan yang lebih tinggi, karena semakin banyaknya pilihan dan cadangan (dalam bentuk barang dan jasa) yang dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, daerah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi mempunyai peluang besar pula untuk memperoleh keuntungan dari pemanfaatan keanekaragaman hayati dan bagian-bagiannya. Jelaslah bahwa keanekaragaman hayati dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah, masyarakat dan lingkungannya, baik dalam bentuk moneter maupun non moneter. Untuk mewujudkan manfaat keanekaragaman hayati secara nyata, penguasaan pengetahuan dan tersedianya dokumen mengenai keanekaragaman hayati merupakan syarat penting yang harus dipenuhi oleh daerah.


Pengertian dan manfaat profil keanekaragaman hayati daerah
Profil keanekaragaman hayati daerah merupakan gambaran keanekaragaman hayati yang terdapat atau dimiliki oleh suatu daerah. Keanekaragaman hayati ini mencakup tingkatan ekosistem, spesies, dan tingkatan di dalam spesies atau genetik, baik yang alami maupun yang telah dibudidayakan.  Profil keanekaragaman hayati daerah mempunyai manfaat dan nilai penting bagi daerah, sebagai:
1.    Data dasar mengenai keanekaragaman hayati daerah.
2.   Kekuatan tawar pada saat komponen keanekaragaman hayati akan diakses oleh pemohon.
3. Pendukung pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, penyusunan strategi dan rancang tindak pengelolaan keanekaragaman hayati daerah.


Keadaan bentang alam
Bentang alam adalah hamparan lahan yang berisi bermacam macam ekosistem atau habitat yang menjadi tempat hidup berbagai makhluk hidup. Jadi selain keadaan fisik, keadaan bentang alam ditentukan juga oleh kandungan hayati di dalamnya. Masing-masing daerah memiliki bentang alam yang berbeda, khas menurut daerahnya. Dengan diketahuinya bentang alam di suatu daerah akan dapat diketahui pula keberadaan berbagai ekosistem dan spesies yang merupakan kandungan hayati di dalam bentang alam. Dengan cakupan seperti itu, keberadaan bentang alam dapat dimanfaatkan, baik dari segi fisik maupun dari segi hayatinya. Untuk memanfaatkannya sehubungan dengan pengembangan profil keanekaragaman hayati, maka perlu diketahui gambaran bentang alam yang bersangkutan dan diidentifikasi unsur-unsur hayati yang ada di dalamnya.

Keanekaragaman Ekosistem
Yang dimaksud ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Data mengenai keanekaragaman ekosistem hendaknya dapat menggambarkan keberadaan berbagai tipe ekosistem di daerah. Ekosistem-ekosistem ini dikelompokkan menjadi ekosistem alami dan ekosistem buatan/binaan, baik di daratan maupun di lingkungan perairan.


Keanekaragaman Spesies
Yang dimaksud dengan spesies adalah kumpulan individu makhluk hidup yang mempunyai ciri-ciri genetik yang sama sehingga satu dengan yang lain dapat melakukan reproduksi.

Sebagai contoh dapat disebutkan hubungan ayam kampung, ayam hutan merah, ayam hutan hijau, dan bekisar. Ayam kampung adalah spesies yang sama dengan ayam hutan merah, karena keduanya dapat kawin dan menghasilkan keturunan yang dapat bereproduksi lagi. Lain halnya dengan ayam kampung yang disilangkan dengan ayam hutan hijau, akan diperoleh keturunan yang tidak mampu bereproduksi lagi, yaitu ayam bekisar.

Spesies dapat dikelompokkan menurut tempat hidup dan pengelolaannya, spesies dapat dikelompokkan menjadi spesies liar dan spesies budidaya. Spesies liar yang belum dibudidayakan merupakan kelompok makhluk hidup yang terdiri atas populasi yang berada di habitat alami yang sesuai. Habitat ini tersebar di kawasan dengan batas geografi tertentu, contohnya adalah sagu yang alaminya tersebar di daerah Maluku dan Papua, dan lai (Durio kutajensis) mempunyai sebaran alami di Kalimantan.

Contoh untuk spesies hewan adalah Badak cula dua yang hanya terdapat di Sumatra, anoa hanya di Sulawesi, dan kanguru hanya di Papua. Spesies tanaman maupun hewan budi daya tidak mempunyai batas alami dan tidak memiliki kekhasan dalam penyebarannya.

Spesies juga dikelompokkan menurut persebaran ekologi atau habitatnya (daratan/terestrial atau perairan/akuatik). Kelompok kelompok tersebut dapat disubkelompokkan lagi. Spesies terestrial terdiri atas spesies dataran rendah atau dataran tinggi, sedangkan spesies akuatik dapat dikelompokkan lagi menjadi spesies air tawar, spesies lautan, dan spesies payau.

Berdasarkan fungsinya, spesies budi daya dikelompokkan menjadi pangan, papan, obat-obatan dan rempah, pakan, dan juga jasa.

Spesies budidaya dikelompokkan berdasarkan sektor pengelolaanya, yaitu pertanian (termasuk perkebunan, hortikultura, peternakan), kehutanan, kelautan dan perikanan, kesehatan, dan industri.


Keanekaragaman Genetik
Sumber daya genetik atau plasma nutfah adalah bahan tanaman, hewan, jasad renik, yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sumber daya genetik ini mempunyai nilai baik yang nyata, yaitu telah diwujudkan dalam pemanfaatan, maupun yang masih pada taraf potensi yaitu yang belum diketahui manfaatnya. Pada tanaman, sumber daya genetik terdapat dalam biji, jaringan, bagian lain tanaman, serta tanaman muda dan dewasa. Pada hewan atau ternak, sumber daya genetik terdapat dalam jaringan, bagian-bagian hewan lainnya, semen, telur, embrio, hewan hidup, baik yang muda maupun yang dewasa. Sumber daya genetik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemuliaan dalam mengembangkan varietas baru tanaman atau menghasilkan rumpun baru ternak.

Sumber daya genetik dapat terkandung di dalam varietas tradisional dan varietas mutakhir atau kerabat liarnya. Bahan genetik ini merupakan bahan mentah yang sangat penting bagi para pemulia tanaman, hewan dan ikan. Bahan genetik ini merupakan bahan cadangan bagi makhluk untuk penyesuaian genetik dalam mengatasi perubahan kondisi lingkungan yang membahayakan dan perubahan kondisi ekosistem yang tidak mendukung kehidupan makhluk.

Banyak spesies tanaman di Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya genetik tinggi dan persebarannya meliputi berbagai daerah. Setiap daerah di Indonesia memiliki beberapa sumber daya genetik yang khas, yang sering berbeda dengan yang ada di daerah lain. Contoh yang dapat dikemukakan adalah beberapa varitas padi yang khas untuk lokasinya. Kenyataan ini merupakan suatu potensi yang bernilai tinggi bagi daerah untuk memanfaatkan fenomena tersebut. Sebagian dari sumber daya genetik tersebut ada yang telah dikembangkan sehingga mempunyai nilai ekonomi tinggi, tetapi banyak pula di antaranya yang belum dimanfaatkan sama sekali, sehingga mengalami ancaman kepunahan. Contoh plasma nutfah tanaman yang pemanfaatannya telah dikembangkan adalah salak Pondoh (Yogyakarta), salak Bali (Bali), nenas Bogor (Bogor), duren Petruk (Semarang), mangga Gedong Gincu (Cirebon), beras Rojolele (Delanggu), beras Cianjur (Cianjur), bareh Solok (Solok), dan sebagainya.

Pada ternak, walaupun tidak sebanyak pada tanaman, beberapa spesies ternak memiliki keanekaragaman sumber daya genetik cukup tinggi, sebagian besar telah dikembangkan pemanfaantannya dan memiliki nilai ekonomi. Contoh sapi Bali (Bali), ayam Kedu (Kedu), domba Ekor Tipis (Garut), itik Alabio (Alabio, Kalimantan Selatan), dan sebagainya. Pemanfaatan plasma nutfah ikan dapat dilakukan melalui upaya budi daya dan penangkaran. Ikan emas dan ikan gurame telah dibudidayakan dan dimuliakan menjadi beberapa varietas yang bernilai ekonomi tinggi.

Indonesia merupakan salah satu dari dua belas Pusat Keanekaragaman Hayati Vavilov untuk tanaman pertanian karena merupakan kawasan terluas di Pusat Indomalaya.
Tanaman pertanian seperti pisang (Musa spp.), pala (Myristica fragrans), cengkeh (Syzygium aromaticum), durian (Durio spp.), mangga (Mangifera spp), dan rambutan (Nephelium spp.) adalah tumbuhan asli kawasan ini, dan Indonesia merupakan pusat keanekaragaman tanaman tersebut. Beberapa tanaman sayuran seperti kecipir yang asli Indonesia telah berkembang menghasilkan keanekaragaman yang cukup tinggi.


D.   Dokumen Lingkungan Hidup

Jenis dokumen lingkungan hidup

Dokumen lingkungan hidup terdiri atas:
a.    Dokumen Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) ;
b.    Formulir UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup); dan
c.    SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup).

Dokumen Amdal dan formulir UKL-UPL merupakan persyaratan mengajukan permohonan izin lingkungan.
SPPL disusun untuk usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib Amdal dan/atau UKL-UPL.


Tujuan dan fungsi Andal  
Andal disusun dengan tujuan untuk menyampaikan telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil kajian dalam Andal berfungsi untuk memberikan pertimbangan guna pengambilan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan.


Dokumen RKL – RPL
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup / RKL adalah upaya penanganan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup / RPL adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

RKL-RPL harus memuat mengenai upaya untuk menangani dampak dan memantau komponen lingkungan hidup yang terkena dampak terhadap keseluruhan dampak, bukan hanya dampak yang disimpulkan sebagai dampak penting dari hasil proses evaluasi holistik dalam Andal. Sehingga untuk beberapa dampak yang disimpulkan sebagai bukan dampak penting, namun tetap memerlukan dan direncanakan untuk dikelola dan dipantau (dampak lingkungan hidup lainnya), maka tetap perlu disertakan rencana pengelolaan dan pemantauannya dalam RKL-RPL.


Lingkup rencana pengelolaan lingkungan hidup :
RKL memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup dan dampak lingkungan hidup lainnya yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Dalam pengertian tersebut upaya pengelolaan lingkungan hidup antara lain mencakup kelompok aktivitas sebagai berikut:
a.    Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif lingkungan hidup;
b. Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul pada saat usaha dan/atau kegiatan; dan/atau
c.   Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat meningkatkan dampak positif sehingga dampak tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar, baik kepada pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak positif tersebut.

Untuk menangani dampak penting yang sudah diprediksi dari studi Andal dan dampak lingkungan hidup lainnya, pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan dapat menggunakan salah satu atau beberapa pendekatan lingkungan hidup yang selama ini dikenal seperti: teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi.


Lingkup rencana pemantauan lingkungan hidup :
Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat proyek (untuk memahami perilaku dampak yang timbul akibat usaha dan/atau kegiatan), sampai ke tingkat kawasan atau bahkan regional; tergantung pada skala masalah yang dihadapi.

Pemantauan merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, sistematis dan terencana. Pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan yang relevan untuk digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi penaatan (compliance), kecenderungan (trendline) dan tingkat kritis (critical level) dari suatu pengelolaan lingkungan hidup.


Bentuk Pengelolaan Lingkungan Hidup :
Dalam penyusun dokumen Amdal menjelaskan secara rinci upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup yang akan dilakukan. Secara umum, bentuk pengelolaan lingkungan dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu:
a.    Pendekatan teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang digunakan untuk mengelola dampak penting lingkungan hidup.
b.    Pendekatan sosial ekonomi
Pendekatan ini adalah langkah-langkah yang akan ditempuh pemrakarsa dalam upaya menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan yang berlandaskan pada interaksi sosial, dan bantuan peran pemerintah.
c.    Pendekatan institusi
Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yang akan ditempuh pemrakarsa dalam rangka menanggulangi dampak penting lingkungan hidup.


Jumlah dan jenis izin PPLH yang dibutuhkan :
Dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan yang diajukan memerlukan izin PPLH, maka penyusun dokumen Amdal sudah mengidentifikasi dan merumuskan daftar jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan hidup.

Referensi:
-   ISO 14001:2015. Environmental management system – Requirements with guidance for use. International Organization for Standardization
-   ISO 14004:2016. Environmental management system – General Guidelines on Implementation. International Organization for Standardization
-   Keputusan menteri negara lingkungan hidup no. 17 tahun 2001 tentang : jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup
-   Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Daerah
-   Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 Tentang Kriteria Dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan
-   Peraturan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia nomor 05 tahun 2011 tentang program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam Pengelolaan lingkungan hidup
-   Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Program Menuju Indonesia Hijau
-   Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup
-   Undang Undang Republik Indonesia no 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

No comments:

Post a Comment

Auditor internal perlu memahami file desain dan pengembangan

  Usman Suwandi Auditor / trainer ISO 9001; ISO 14001, ISO 13485; ISO 50001; ISO 45001; ISO 22000, MDD     Pendahuluan File desa...