Saturday, 15 February 2020

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (LIMBAH B3)


Usman Suwandi
Auditor / trainer ISO 14001, ISO 50001, ISCC.



Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan hidup dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, maka perlu diupayakan agar setiap usaha dan/atau kegiatan, menghasilkan limbah B3 seminimal mungkin dan mencegah masuknya Limbah B3 dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan masing-masing unit produksi, sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan pengurangan pada sumbernya yaitu dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasional kegiatan, dan menggunakan teknologi bersih. Jika masih dihasilkan limbah B3 maka diupayakan untuk pemanfaatan limbah B3.

Pemanfaatan limbah B3 mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery), merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Penggunaan kembali (reuse) limbah B3 untuk fungsi yang sama ataupun berbeda dilakukan tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Daur ulang (recycle) limbah B3 merupakan kegiatan mendaur ulang melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama, produk yang berbeda, dan/atau material yang bermanfaat. Sedangkan perolehan kembali (recovery) merupakan kegiatan untuk mendapatkan kembali komponen bermanfaat dengan melalui proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal.

Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3, maka jumlah limbah B3 dapat dikurangi sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan penggunaan sumber daya alam.

Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola. Limbah B3 perlu dilakukan pengelolaan terpadu karena jika tidak dilakukan pengelolaan dengan benar, maka limbah B3 dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya, dan lingkungan hidup,.

PPRI No 101/ 2014 tentang pengelolaan limbah B3 antara lain mengatur pengelolaan Limbah B3 secara terpadu yang mengatur keterkaitan setiap simpul pengelolaan Limbah B3 yaitu kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan Limbah B3.
Dalam rangkaian pengelolaan limbah B3, terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan mata rantai, yaitu:
a.    Penghasil Limbah B3;
b.    Pengumpul Limbah B3;
c.    Pengangkut Limbah B3;
d.    Pemanfaat Limbah B3;
e.    Pengolah Limbah B3; dan
f.     Penimbun Limbah B3.

Dumping (pembuangan) limbah B3 merupakan alternatif paling akhir dalam pengelolaan limbah B3. Pembatasan jenis limbah B3 yang dapat dilakukan dumping ke laut dimaksudkan untuk melindungi ekosistem laut serta menghindari terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup dan Perusakan Lingkungan Hidup di laut karena air laut merupakan media yang mudah dan cepat menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar. Dumping Limbah B3 ke laut hanya dapat dilakukan, jika Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan di laut tidak dapat dilakukan pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis, dan ekonomi.


1.  Menetapkan Kategori Limbah B3

Limbah B3 berdasarkan kategori bahayanya terdiri atas:
a.  Limbah B3 kategori 1; Limbah B3 kategori 1 merupakan Limbah B3 yang berdampak akut dan langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Contoh pada lampiran  I - PPRI No 101/ 2014 tentang pengelolaan limbah B3.
b.  Limbah B3 kategori 2; Limbah B3 kategori 2 merupakan Limbah B3 yang mengandung B3, memiliki efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis. Contoh pada lampiran-1 PPRI No 101/ 2014 tentang pengelolaan limbah B3

Limbah B3 berdasarkan sumbernya terdiri atas:
a.    Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik merupakan Limbah B3 yang pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan antara lain pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi atau inhibitor korosi, pelarutan kerak, dan pengemasan.
b.   Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3;
c.    Limbah B3 dari sumber spesifik.
Limbah B3 dari sumber spesifik merupakan Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan. Limbah B3 dari sumber spesifik meliputi:
-        Limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
-       Limbah B3 dari sumber spesifik khusus. “Limbah B3 dari sumber spesifik khusus” adalah Limbah B3 yang memiliki efek tunda (delayed effect), berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup, memiliki karakteristik beracun tidak akut, dan dihasilkan dalam jumlah yang besar per satuan waktu.

Karakteristik Limbah B3 meliputi:
a.    mudah meledak;
b.    mudah menyala;
c.    reaktif;
d.    infeksius;
e.    korosif; dan/atau
f.     beracun.

Pengurangan limbah B3
Pengurangan Limbah B3 dilakukan melalui:
a.    Substitusi bahan;
Substitusi bahan dapat dilakukan melalui pemilihan bahan baku dan/atau bahan penolong yang semula mengandung b3 digantikan dengan bahan baku dan/atau bahan penolong yang tidak mengandung b3.
b.    Modifikasi proses;
Modifikasi proses dapat dilakukan melalui pemilihan dan penerapan proses produksi yang lebih efisien.
c.    Penggunaan teknologi ramah lingkungan.


2.  Penyimpanan limbah B3

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3.
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dilarang melakukan pencampuran limbah B3 yang disimpannya. Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3, setiap orang wajib memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3.

Yang dimaksud dengan “pencampuran limbah B3” adalah pencampuran limbah B3 dengan media lingkungan, bahan, limbah, dan/atau limbah B3 lainnya, termasuk pengenceran dengan menambahkan cairan atau zat lainnya pada limbah B3, sehingga konsentrasi zat racun dan/atau tingkat bahayanya turun.

Tempat penyimpanan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
a.    Lokasi penyimpanan limbah B3;
b. Fasilitas penyimpanan limbah B3 yang sesuai dengan jumlah limbah B3, karakteristik limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup; Fasilitas penyimpanan limbah B3 dapat berupa:
-          bangunan;
-          tangki dan/atau kontainer;
-          silo;
-          tempat tumpukan limbah (waste pile);
-          waste impoundment; dan/atau
-        bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Peralatan penanggulangan keadaan darurat. Peralatan penanggulangan keadaan darurat paling tidak meliputi:
-          alat pemadam api; dan
-      alat penanggulangan keadaan darurat lain yang sesuai, antara lain pasir, oil absorbant, safety shower, oil boom, dan oil skimmer.

Pengemasan Limbah B3 dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:
a. Terbuat dari bahan yang dapat mengemas limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
b.    Mampu menjaga limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan;
c.   Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan, atau pengangkutan; dan
d.    Berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak.

Kemasan Limbah B3 wajib disertai Label limbah B3 dan simbol limbah B3. Pemilihan simbol limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3.

Label limbah B3 paling tidak memuat keterangan mengenai:
a.    Nama limbah B3;
b.    Identitas penghasil limbah B3;
c.    Tanggal dihasilkannya limbah B3; dan
d.    Tanggal pengemasan limbah B3.

Penyimpanan Limbah B3 paling lama:
1.   90 (sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih;
2.   180 (seratus delapan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk limbah B3 kategori 1;
3.    365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum; atau
4.    365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus,

Tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
a.    Karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
b.    Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas, dapat berupa drum atau tangki;
c. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan, jika terjadi kerusakan dan apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani;
d.    Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
e.  Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dari 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak;
f.   Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul disekelilingnva dan dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju ke bak penampungan yang kedap air. Bak penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;
g.    Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap air.


3.  Pengumpulan limbah B3

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya.

Pengumpulan limbah B3 dilakukan dengan:
a.    Segregasi limbah B3;
Segregasi Limbah B3 dilakukan sesuai dengan:
-          nama Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I - PPRI No 101/ 2014 tentang pengelolaan limbah B3; dan
-          karakteristik Limbah B3.
b.    Penyimpanan limbah B3.

Untuk dapat melakukan pengumpulan limbah B3, maka pengumpul limbah B3 wajib memiliki izin “pengelolaan limbah B3 untuk pengumpulan limbah B3”.


4.  Pengangkutan limbah B3

Pengangkutan limbah B3, wajib dilakukan dengan menggunakan alat angkut yang tertutup untuk limbah B3 kategori 1.
Pengangkutan limbah B3 dapat dilakukan dengan menggunakan alat angkut yang terbuka untuk limbah B3 kategori 2.

Pengangkutan limbah B3 wajib memiliki:
a.    Rekomendasi pengangkutan limbah B3; dan
b.    Izin “pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pengangkutan limbah B3”.

Simbol dan label, dokumen dan registrasi minyak pelumas bekas
-   Setiap pengangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan dokumen limbah dan mengajukan nomor registrasi dokumen pelumas bekas.
-    Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan simbol dan label;
-  Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan penyimpanan/  pengumpulan pelumas bekas wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik minyak pelumas bekas.


5.  Pemanfaatan limbah B3

a.    Pemanfaatan limbah B3 oleh setiap orang yang menghasilkan limbah B3, meliputi.
1.    Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;
Contoh pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku antara lain pemanfaatan limbah B3 fly ash dari proses pembakaran batu bara pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku alumina silika pada industri semen.
2.    Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
Contoh pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi sumber energi antara lain pemanfaatan limbah B3 sludge minyak seperti oil sludge, oil sloop, dan oli bekas, yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pada industri semen.
3.    Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku;
Contoh pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan limbah B3 oli bekas yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pada industri daur ulang oli bekas. Dan
4.   Pemanfaatan Limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b.    Pemanfaatan Limbah B3 oleh pemanfaat limbah B3 meliputi :
a.    Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;
b.    Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
c.    Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku; dan
d.  Pemanfaatan Limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pemanfaatan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara reuse, recycle, dan/atau recovery.
Skala prioritas pemanfaatan adalah sebagai berikut:
a.    Pemanfaatan limbah B3 dengan cara reuse;
b.    Pemanfaatan limbah B3 dengan cara recycle; dan
c.    Pemanfaatan limbah B3 dengan cara recovery.


Pemanfaatan limbah B3 dilakukan dengan mengutamakan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta perlindungan kelestarian lingkungan hidup dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.

Pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan bakar harus memenuhi kriteria berikut:
a.    Kandungan kalori sama atau lebih besar dari 2500 kkal/kg;
b.    Kadar air sama atau lebih kecil dari 15% (lima belas persen); dan
c.    Tidak mengandung senyawa terhalogenasi.


6.  Pengolahan limbah B3

Pengolahan Limbah B3 oleh setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan oleh pengolah limbah B3, dilakukan dengan cara:
a.    Termal;
b.    Stabilisasi dan solidifikasi; dan / atau
c.    Cara lain sesuai perkembangan teknologi.


7.  Penimbunan limbah B3

Penimbunan limbah B3 oleh setiap orang yang menghasilkan limbah B3. Penimbunan limbah B3 dapat dilakukan pada fasilitas penimbunan limbah B3 berupa:
a.    Penimbunan akhir;
b.    Sumur injeksi;
c.    Penempatan kembali di area bekas tambang;
d.    Dam tailing; dan / atau
e.    Fasilitas penimbunan limbah b3 lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Fasilitas penimbunan limbah B3 berupa penimbunan akhir terdiri atas fasilitas penimbunan akhir:
a.    Kelas I;
b.    Kelas II; dan
c.    Kelas III.


8. Pemulihan fungsi lingkungan hidup

Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a.    Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan zat pencemar;
b.    Remediasi;
c.    Rehabilitasi;
d.    Restorasi; dan / atau
e.    Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sistem tanggap darurat dalam pengelolaan limbah B3 terdiri atas :
a.    Penyusunan program kedaruratan pengelolaan limbah B3;
b.    Pelatihan dan geladi kedaruratan pengelolaan limbah B3; dan
c.    Penanggulangan kedaruratan pengelolaan limbah B3.

Pemulihan akibat pencemaran limbah B3
Pemulihan akibat pencemaran limbah B3 adalah rangkaian kegiatan pelaksanaan pembersihan dan/atau pemulihan kualitas lingkungan yang tercemar limbah B3 sehingga sesuai dengan peruntukannya.

Rencana pelaksanaan pemulihan mencantumkan rencana terperinci rangkaian kegiatan pemulihan yang meliputi kegiatan antara lain:
a.    Penanggulangan,
b.    Pembersihan,
c.    Pengumpulan,
d.    Penyimpanan,
e.    Pengangkutan,
f.     Pengolahan dan
g.    Pemanfaatan.

Tata cara pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3
Limbah B3 akibat tumpahan, ceceran, kebocoran, atau pembuangan langsung ke lahan, memiliki potensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, sehingga perlu dilaksanakan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3

Pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 terdiri atas kegiatan:
-          Perencanaan;
·         Rencana pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah b3; dan
·         Rencana pengolahan tanah terkontaminasi limbah b3.
-          Pelaksanaan;
-          Evaluasi; dan
-          Pemantauan.


9. Perizinan pengelolaan limbah B3
Jenis kegiatan pengelolaan limbah B3 yang wajib dilengkapi dengan izin terdiri atas kegiatan:
a.    Pengangkutan;
b.    Penyimpanan sementara;
c.    Pengumpulan;
d.    Pemanfaatan;
e.    Pengolahan; dan
f.     Penimbunan.


Referensi
-   Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 02 Tahun 2008 Tentang - Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
-   Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
-   Peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 30 tahun 2009 tentang tata laksana perizinan dan pengawasan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun serta pengawasan pemulihan akibat pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun oleh pemerintah daerah.
-   Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
-   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

No comments:

Post a Comment

Auditor internal perlu memahami file desain dan pengembangan

  Usman Suwandi Auditor / trainer ISO 9001; ISO 14001, ISO 13485; ISO 50001; ISO 45001; ISO 22000, MDD     Pendahuluan File desa...