Usman Suwandi
Auditor /
trainer ISO 14001, ISO 50001, ISCC.
Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan hidup
dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, maka perlu diupayakan agar
setiap usaha dan/atau kegiatan, menghasilkan limbah B3
seminimal mungkin dan mencegah masuknya Limbah B3 dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang
dihasilkan masing-masing unit produksi, sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan
sampai nol, dengan mengupayakan pengurangan pada sumbernya yaitu
dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasional
kegiatan, dan menggunakan teknologi bersih. Jika masih dihasilkan limbah B3
maka diupayakan untuk pemanfaatan limbah B3.
Pemanfaatan limbah B3 mencakup kegiatan penggunaan
kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery), merupakan
satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Penggunaan kembali (reuse) limbah B3 untuk fungsi yang sama
ataupun berbeda dilakukan tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika,
biologi, dan/atau secara termal. Daur ulang (recycle) limbah B3 merupakan kegiatan mendaur ulang melalui proses
tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang
menghasilkan produk yang sama, produk yang berbeda, dan/atau material yang
bermanfaat. Sedangkan perolehan kembali (recovery)
merupakan kegiatan untuk mendapatkan kembali komponen bermanfaat dengan melalui proses
kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal.
Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3, maka jumlah
limbah B3 dapat dikurangi sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat
ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal
ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan penggunaan sumber daya alam.
Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat
ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan
perlu dikelola. Limbah B3 perlu dilakukan pengelolaan terpadu
karena jika tidak dilakukan pengelolaan dengan benar, maka limbah B3
dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk
hidup lainnya, dan lingkungan hidup,.
PPRI No 101/ 2014 tentang pengelolaan limbah B3 antara
lain mengatur pengelolaan Limbah B3 secara terpadu yang mengatur keterkaitan
setiap simpul pengelolaan Limbah B3 yaitu kegiatan penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan Limbah B3.
Dalam rangkaian pengelolaan
limbah B3, terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan mata rantai,
yaitu:
a. Penghasil Limbah B3;
b. Pengumpul Limbah B3;
c. Pengangkut Limbah B3;
d. Pemanfaat Limbah B3;
e. Pengolah Limbah B3; dan
f. Penimbun Limbah B3.
Dumping (pembuangan) limbah B3
merupakan alternatif paling akhir dalam pengelolaan limbah B3. Pembatasan jenis
limbah B3 yang dapat dilakukan dumping ke laut dimaksudkan untuk melindungi
ekosistem laut serta menghindari terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup dan
Perusakan Lingkungan Hidup di laut karena air laut merupakan media yang mudah
dan cepat menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar. Dumping Limbah B3 ke laut
hanya dapat dilakukan, jika Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan di laut
tidak dapat dilakukan pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan
hidup, teknis, dan ekonomi.
1. Menetapkan Kategori
Limbah B3
Limbah
B3 berdasarkan kategori bahayanya terdiri atas:
a. Limbah B3 kategori 1; Limbah B3 kategori 1
merupakan Limbah B3 yang berdampak akut dan langsung terhadap manusia dan dapat
dipastikan akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Contoh pada lampiran
I - PPRI No 101/ 2014 tentang pengelolaan limbah B3.
b. Limbah B3 kategori 2; Limbah B3 kategori 2
merupakan Limbah B3 yang mengandung B3, memiliki efek tunda (delayed effect),
dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup serta
memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis. Contoh pada lampiran-1 PPRI No 101/ 2014 tentang
pengelolaan limbah B3
Limbah
B3 berdasarkan sumbernya terdiri atas:
a.
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik merupakan
Limbah B3 yang pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal
dari kegiatan antara lain pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi atau
inhibitor korosi, pelarutan kerak, dan pengemasan.
b.
Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi
spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3;
c.
Limbah B3 dari sumber spesifik.
Limbah B3 dari sumber spesifik merupakan Limbah B3
sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.
Limbah B3 dari sumber spesifik meliputi:
-
Limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
-
Limbah B3 dari sumber spesifik khusus. “Limbah B3 dari sumber spesifik
khusus” adalah Limbah B3 yang memiliki efek tunda (delayed effect), berdampak
tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup, memiliki karakteristik
beracun tidak akut, dan dihasilkan dalam jumlah yang besar per satuan waktu.
Karakteristik
Limbah B3 meliputi:
a. mudah meledak;
b. mudah menyala;
c. reaktif;
d. infeksius;
e. korosif; dan/atau
f. beracun.
Pengurangan limbah B3
Pengurangan Limbah B3 dilakukan
melalui:
a. Substitusi bahan;
Substitusi bahan dapat dilakukan melalui pemilihan
bahan baku dan/atau bahan penolong yang semula mengandung b3 digantikan dengan
bahan baku dan/atau bahan penolong yang tidak mengandung b3.
b. Modifikasi proses;
Modifikasi proses dapat dilakukan melalui pemilihan
dan penerapan proses produksi yang lebih efisien.
c. Penggunaan teknologi ramah lingkungan.
2. Penyimpanan
limbah B3
Setiap orang yang menghasilkan
limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3.
Setiap orang yang menghasilkan
limbah B3 dilarang melakukan pencampuran limbah B3 yang disimpannya. Untuk
dapat melakukan penyimpanan limbah B3, setiap orang wajib memiliki izin
pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3.
Yang dimaksud dengan
“pencampuran limbah B3” adalah pencampuran limbah B3 dengan media lingkungan, bahan,
limbah, dan/atau limbah B3 lainnya, termasuk pengenceran dengan menambahkan
cairan atau zat lainnya pada limbah B3, sehingga konsentrasi zat racun dan/atau
tingkat bahayanya turun.
Tempat penyimpanan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
a. Lokasi penyimpanan
limbah B3;
b. Fasilitas
penyimpanan limbah B3 yang sesuai dengan jumlah limbah B3, karakteristik limbah
B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup;
Fasilitas penyimpanan limbah B3 dapat berupa:
-
bangunan;
-
tangki dan/atau
kontainer;
-
silo;
-
tempat tumpukan
limbah (waste pile);
-
waste impoundment;
dan/atau
- bentuk lainnya
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Peralatan penanggulangan keadaan darurat. Peralatan penanggulangan
keadaan darurat paling tidak meliputi:
-
alat pemadam api;
dan
- alat penanggulangan
keadaan darurat lain yang sesuai, antara lain pasir, oil absorbant, safety
shower, oil boom, dan oil skimmer.
Pengemasan Limbah B3 dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:
a. Terbuat dari bahan yang dapat mengemas limbah B3 sesuai dengan
karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
b. Mampu menjaga limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan;
c. Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat
dilakukan penyimpanan, pemindahan, atau pengangkutan; dan
d. Berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak.
Kemasan Limbah B3 wajib
disertai Label limbah B3 dan simbol limbah B3. Pemilihan simbol limbah B3
disesuaikan dengan karakteristik limbah B3.
Label limbah B3 paling tidak
memuat keterangan mengenai:
a. Nama limbah B3;
b. Identitas penghasil limbah B3;
c. Tanggal dihasilkannya limbah B3; dan
d. Tanggal pengemasan limbah B3.
Penyimpanan Limbah B3 paling lama:
1. 90 (sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang
dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih;
2. 180 (seratus delapan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah
B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk
limbah B3 kategori 1;
3. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk
limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari
untuk limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum;
atau
4. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk
limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus,
Tatacara
penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
a. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
b. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik
pelumas bekas, dapat berupa drum atau tangki;
c. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok,
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan, jika
terjadi kerusakan dan apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani;
d. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian
rupa, sehingga dapat digunakan untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan
pengangkut (forklift);
e. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan
kestabilan tumpukan kemasan. Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan
maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi dengan palet dan bila
tumpukan lebih dari 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka
harus dipergunakan rak;
f. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan
tanggul disekelilingnva dan dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju ke bak penampungan yang kedap air. Bak
penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau tangki
yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian
sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;
g. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang
memadai dengan lantai yang kedap air.
3. Pengumpulan
limbah B3
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya.
Pengumpulan limbah B3 dilakukan dengan:
a. Segregasi limbah B3;
Segregasi Limbah B3 dilakukan sesuai dengan:
-
nama Limbah B3
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I - PPRI No 101/ 2014 tentang pengelolaan limbah B3; dan
-
karakteristik
Limbah B3.
b. Penyimpanan limbah B3.
Untuk dapat melakukan pengumpulan
limbah B3, maka pengumpul limbah B3 wajib memiliki izin “pengelolaan limbah B3
untuk pengumpulan limbah B3”.
4. Pengangkutan
limbah B3
Pengangkutan limbah B3, wajib
dilakukan dengan menggunakan alat angkut yang tertutup untuk limbah B3 kategori
1.
Pengangkutan limbah B3 dapat
dilakukan dengan menggunakan alat angkut yang terbuka untuk limbah B3 kategori
2.
Pengangkutan limbah B3 wajib
memiliki:
a. Rekomendasi pengangkutan limbah B3; dan
b. Izin “pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pengangkutan limbah B3”.
Simbol
dan label, dokumen dan registrasi minyak pelumas bekas
- Setiap pengangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan dokumen
limbah dan mengajukan nomor registrasi dokumen pelumas bekas.
-
Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan simbol
dan label;
- Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan penyimpanan/ pengumpulan pelumas bekas wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan
karakteristik minyak pelumas bekas.
5. Pemanfaatan
limbah B3
a. Pemanfaatan limbah B3 oleh setiap orang yang menghasilkan limbah B3,
meliputi.
1. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;
Contoh pemanfaatan
limbah B3 sebagai substitusi bahan baku antara lain pemanfaatan limbah B3 fly ash dari proses pembakaran batu bara
pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimanfaatkan sebagai
substitusi bahan baku alumina silika pada industri semen.
2. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
Contoh pemanfaatan
limbah B3 sebagai substitusi sumber energi antara lain pemanfaatan limbah B3
sludge minyak seperti oil sludge, oil sloop, dan oli bekas, yang dimanfaatkan
sebagai bahan bakar alternatif pada industri semen.
3. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku;
Contoh pemanfaatan
Limbah B3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan limbah B3 oli bekas yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pada industri daur ulang oli bekas. Dan
4. Pemanfaatan Limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
b. Pemanfaatan Limbah B3 oleh pemanfaat limbah B3 meliputi :
a. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;
b. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
c. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku; dan
d. Pemanfaatan Limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pemanfaatan limbah B3
dapat dilakukan dengan cara reuse,
recycle, dan/atau recovery.
Skala prioritas
pemanfaatan adalah sebagai berikut:
a.
Pemanfaatan limbah
B3 dengan cara reuse;
b.
Pemanfaatan limbah
B3 dengan cara recycle; dan
c.
Pemanfaatan limbah
B3 dengan cara recovery.
Pemanfaatan limbah B3
dilakukan dengan mengutamakan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia serta perlindungan kelestarian lingkungan hidup dengan menerapkan
prinsip kehati-hatian.
Pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan bakar harus memenuhi
kriteria berikut:
a.
Kandungan
kalori sama atau lebih besar dari 2500 kkal/kg;
b.
Kadar air
sama atau lebih kecil dari 15% (lima belas persen); dan
c.
Tidak mengandung
senyawa terhalogenasi.
6. Pengolahan
limbah B3
Pengolahan Limbah B3 oleh setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 dan oleh pengolah limbah B3, dilakukan dengan cara:
a. Termal;
b. Stabilisasi dan solidifikasi; dan / atau
c. Cara lain sesuai perkembangan teknologi.
7. Penimbunan
limbah B3
Penimbunan limbah B3 oleh
setiap orang yang menghasilkan limbah B3. Penimbunan limbah B3 dapat dilakukan pada fasilitas
penimbunan limbah B3 berupa:
a. Penimbunan akhir;
b. Sumur injeksi;
c. Penempatan kembali di area bekas tambang;
d. Dam tailing; dan / atau
e. Fasilitas penimbunan limbah b3 lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Fasilitas penimbunan limbah B3
berupa penimbunan akhir terdiri atas fasilitas penimbunan akhir:
a. Kelas I;
b. Kelas II; dan
c. Kelas III.
8. Pemulihan fungsi lingkungan hidup
Pemulihan fungsi lingkungan
hidup dilakukan dengan tahapan:
a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan zat pencemar;
b. Remediasi;
c. Rehabilitasi;
d. Restorasi; dan / atau
e. Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sistem tanggap darurat dalam
pengelolaan limbah B3 terdiri atas :
a. Penyusunan program kedaruratan pengelolaan limbah B3;
b. Pelatihan dan geladi kedaruratan pengelolaan limbah B3; dan
c. Penanggulangan kedaruratan pengelolaan limbah B3.
Pemulihan akibat pencemaran limbah B3
Pemulihan akibat pencemaran limbah B3 adalah rangkaian
kegiatan pelaksanaan pembersihan dan/atau pemulihan kualitas lingkungan yang
tercemar limbah B3 sehingga sesuai dengan peruntukannya.
Rencana pelaksanaan
pemulihan mencantumkan rencana terperinci rangkaian kegiatan pemulihan yang meliputi kegiatan antara lain:
a.
Penanggulangan,
b.
Pembersihan,
c.
Pengumpulan,
d.
Penyimpanan,
e.
Pengangkutan,
f.
Pengolahan
dan
g.
Pemanfaatan.
Tata cara pemulihan lahan terkontaminasi
limbah B3
Limbah B3 akibat tumpahan, ceceran, kebocoran,
atau pembuangan langsung ke lahan, memiliki
potensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, sehingga perlu
dilaksanakan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3
Pemulihan lahan terkontaminasi
limbah B3 terdiri atas kegiatan:
-
Perencanaan;
·
Rencana
pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah b3; dan
·
Rencana
pengolahan tanah terkontaminasi limbah b3.
-
Pelaksanaan;
-
Evaluasi; dan
-
Pemantauan.
9. Perizinan pengelolaan limbah B3
Jenis kegiatan
pengelolaan limbah B3 yang wajib dilengkapi dengan izin terdiri atas kegiatan:
a.
Pengangkutan;
b.
Penyimpanan
sementara;
c.
Pengumpulan;
d.
Pemanfaatan;
e.
Pengolahan;
dan
f.
Penimbunan.
Referensi
-
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 02
Tahun 2008 Tentang - Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
-
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18
Tahun 2009 Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun
-
Peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 30
tahun 2009 tentang tata laksana perizinan dan pengawasan pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun serta pengawasan pemulihan akibat pencemaran limbah
bahan berbahaya dan beracun oleh pemerintah daerah.
-
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 33
Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
No comments:
Post a Comment