Friday, 1 January 2021

Membuat dan Memilih Masker Kain Sesuai Standar

 Usman Suwandi

Auditor dan trainer Medical Device Directive (MDD), MDR, ISO 13485, ISO 9001

  

Saat ini banyak orang membuat dan menggunakan aneka macam masker kain. Bagi pengguna masker, tentu ada kesulitan untuk mengetahui jenis masker kain apa yang baik untuk digunakan dan bagaimana cara mengetahui masker kain yang baik dan sesuai standar.

Tulisan ini membahas mengenai masker kain yang baik sesuai dengan persyaratan standar SNI yang sudah diterbitkan.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain merupakan SNI baru. Standar tersebut disusun guna melengkapi SNI di bidang tekstil. Tulisan ini diharapkan dapat membantu bagi para pembuat masker dari kain lebih memahami persyaratan mutu masker kain, demikian juga bagi para pengguna masker kain untuk memilih masker kain yang sesuai.

SNI tersebut disusun untuk memberikan standar kain yang digunakan untuk pembuatan masker non medik dari kain yang berupa kain tenun atau kain rajut minimal dua lapis kain.

Penyusunan standar masker dari kain tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian mengenai mutu masker dari kain. Dengan demikian masker dari kain yang beredar di Indonesia diharapkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan dalam Standar SNI tersebut.

Masker didefinisikan sebagai kain penutup mulut dan hidung yang berfungsi sebagai penyaring partikel, virus dan bakteri.

Masker dari kain didefinisikan sebagai masker yang terdiri dari minimal dua lapis kain yang terpisah atau menyatu dengan teknik tertentu. Penyatuan lapisan kain dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti penjahitan, laminasi, rajut double knit (rib atau interlock), kain tenun double face, dan pengeleman (glueing).

Masker merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri (APD) yang biasanya digunakan untuk keperluan perlindungan dari penularan penyakit infeksi saluran pernafasan. Masker medis lebih efektif menyaring partikel, virus dan bakteri dibandingkan masker dari kain. Masker kain bisa berfungsi dengan efektif jika digunakan dengan benar, antara lain untuk mencegah percikan saluran nafas (droplet) tersebut mengenai orang lain.

Masker dari kain dibuat dari berbagai jenis kain yaitu kain tenun atau kain rajut, dari berbagai jenis serat. Masker kain yang beredar di pasaran ada yang terdiri dari satu lapis, dua lapis dan tiga lapis. Penggunaan masker dari kain memiliki kelebihan yaitu dapat dicuci dan digunakan berulang kali.

 

Ruang lingkup

-   Standar SNI tersebut menetapkan persyaratan mutu masker yang terbuat dari kain tenun dan/atau kain rajut dari berbagai jenis serat.

-   Standar SNI tersebut hanya berlaku untuk masker yang terdiri dari minimal dua lapis kain dan dapat dicuci ulang beberapa kali. Namun tidak menetapkan berapa kali masker kain dapat dicuci.

-   Standar SNI tersebut tidak berlaku untuk masker dari kain nonwoven (nirtenun) dan masker untuk bayi.

-   Standar tersebut tidak dimaksudkan untuk mengatasi semua masalah yang terkait dengan keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan dalam penggunaannya.

 

Klasifikasi dan penggunaan

Klasifikasi dan penggunaan masker dari kain sebagai berikut:

-   Tipe A : Masker kain untuk penggunaan umum

-   Tipe B : Masker kain untuk penggunaan filtrasi bakteri

-   Tipe C : Masker kain untuk penggunaan filtrasi partikel

 

Dasar pengembangan standard SNI 8914:2020.

Seperti telah diketahui bahwa Pada tanggal 11 Maret 2020 lalu, World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status pandemi global untuk penyakit virus corona 2019 atau yang juga disebut corona virus disease 2019 (COVID-19). Dalam istilah kesehatan, pandemi berarti terjadinya wabah suatu penyakit yang menyerang banyak korban, serempak di berbagai negara temasuk Indonesia. Sementara dalam kasus COVID-19, badan kesehatan dunia WHO menetapkan penyakit ini sebagai pandemi karena seluruh warga dunia berpotensi terkena infeksi penyakit COVID-19. Dengan ditetapkannya status global pandemic tersebut, WHO sekaligus mengonfirmasi bahwa COVID-19 merupakan darurat internasional.

Masyarakat Indonesia diharapkan dapat menjaga diri dan kesehatan agar terhindar dari virus corona dengan cara sering mencuci tangan, menghindari kontak secara dekat, menjaga jarak sosial dan menggunakan masker. Karena keterbatasan masker medis, maka pada 5 April 2020, pemerintah menganjurkan bagi masyarakat Indonesia untuk menggunakan masker kain demi mencegah penularan COVID-19.

Diharapkan, masker kain antara lain juga dapat mencegah semakin luasnya penyebaran virus corona.

Masker kain dapat digunakan pada saat beraktifitas di luar rumah, berada di ruangan tertutup seperti kantor, pabrik, supermarket, apotek, transportasi umum dan sebagainya.

Desain dari masker kain beraneka ragam dan terdiri dari satu lapis, dua atau lebih. Menggunakan minimal dua lapis kain memberikan efisiensi penyaringan lebih tinggi.  Ketika menggunakan banyak lapisan, efisiensi penyaringan meningkat lebih dari 80% persen untuk partikel kecil dan lebih dari 90 % untuk partikel ukuran besar.  Masker kain setidaknya bisa mengurangi percikan saluran nafas (droplet) dan virus corona sebanyak 71 % hingga 97 %. Penggunaan masker kain lebih efektif dibandingkan tanpa proteksi apapun (terutama saat berada diluar rumah).

Efektivitas penyaringan pada masker kain sangat tergantung dari jumlah lapisan dan kerapatam tenunan kainnya. Standar menyatakan bahwa kombinasi bahan paling efektif yaitu menggunakan lapisan kain dari serat alam (seperti kain katun) ditambah dua lapisan kain chiffon berpoliester-spandex yang mampu menyaring 80 % sampai dengan 99 % persen partikel (bergantung pada ukuran partikelnya).

Masker kain sebaiknya tidak dipakai lebih dari 4 jam, karena masker kain tidak seefektif masker medis dalam menyaring partikel, virus dan bakteri. Sehingga masker kain perlu dicuci.

Indonesia telah mengeluarkan pedoman yang memuat Standar Alat Perlindungan Diri (APD) untuk penanganan COVID-19 di Indonesia, yang disusun oleh Gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 dan diperbaharui Agustus 2020 sebagai Revisi 3. Pada pedoman tersebut dijelaskan bahwa penggunaan masker kain dapat digunakan bagi :

            a.        Masyarakat sehat

Digunakan ketika berada di tempat umum dan fasilitas lainnya dengan tetap menjaga jarak 1 meter sampai dengan 2 meter. Namun, jika masyarakat memiliki kegiatan yang tergolong berbahaya (misalnya, penanganan jenazah COVID-19, dan sebagainya) maka tidak disarankan menggunakan masker kain.

            b.        Tenaga medis

Masker kain tidak direkomendasikan sebagai APD (Alat Pelindung Diri) untuk tingkat keparahan tinggi karena sekitar 40 % sampai dengan 90 % partikel dapat menembus masker kain bagi tenaga medis. Masker kain digunakan sebagai opsi terakhir jika masker bedah atau masker N95 tidak tersedia. Sehingga, masker kain idealnya perlu dikombinasikan dengan pelindung wajah yang menutupi seluruh bagian depan dan sisi wajah.

 

Pemerintah menganjurkan agar masyarakat menggunakan masker kain 3 lapisan (layers); Hal ini sesuai dengan panduan baru yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO merekomendasikan bahwa masker kain terdiri dari tiga lapis. Masing masing lapisan mempunyai sifat dan fungsinya sendiri:

-   Lapisan luar kain mempunyai sifat kedap air/tahan air dan berfungsi untuk mencegah masuknya droplet dari luar ke pemakai masker. Lapisan luar dari masker dianjurkan terbuat dari bahan yang tidak menyerap air sehingga dapat mencegah partikel-partikel dari luar untuk masuk melewati masker.

-   Lapisan kedua mempunyai densitas tinggi yang berfungsi sebagai filter kuman. Lapisan tengah masker disarankan terbuat dari bahan non woven seperti polipropilena yang berfungsi sebagai penyaring.

-   Lapisan dalam yang menempel langsung dengan kulit, berfungsi sebagai penyerap cairan berukuran besar yang keluar dari pemakai ketika batuk maupun bersin. Lapisan dalam harus menyerap air.

 

Bagaimana kalau hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan. WHO menganjurkan agar masyarakat setidaknya menggunakan masker kain yang terdiri dari beberapa lapis.

Selain itu, WHO juga tidak menganjurkan penggunaan kain elastis karena tidak bisa menyaring dengan baik, dapat mengalami degradasi dan sensitif terhadap pencucian pada suhu tinggi. Seperti diketahui, WHO menganjurkan agar masker kain dicuci secara rutin dengan menggunakan air panas dan sabun atau deterjen.

AFNOR merupakan lembaga pengujian swasta yang berbasis di Perancis, telah mengembangkan standar masker non medis, untuk menentukan kinerja minimum dalam hal penyaringan (minimum 70 % penyaringan partikel padat atau filtrasi droplet) dan kemampuan bernafas (perbedaan tekanan maksimum 0,6 mbar/cm2 atau resistensi inhalasi maksimum 2,4 mbar dan resistansi pernafasan maksimum 3 mbar). Para ahli menyarankan masker non medis harus mempertimbangkan hal-hal berikut, yaitu efisiensi penyaringan (FE) atau penyaringan, pernafasan, jumlah dan kombinasi bahan yang digunakan, bentuk, pelapisan dan pemeliharaan.

Pemilihan bahan untuk pembuatan masker kain sangat penting karena filtrasi dan kemampuan bernafas bervariasi tergantung pada jenis bahan. Efisiensi filtrasi tergantung pada kerapatan kain, jenis serat dan anyaman. Filtrasi pada masker dari kain berdasarkan penelitian adalah antara 0,7 % sampai dengan 60 %. Semakin banyak lapisan maka akan semakin tinggi efisiensi filtrasi.

Breathability adalah kemampuan bernafas kain. Pengukuran breathability dilakukan dengan mengukur perbedaan tekanan udara yang melewati kain. Breathability masker medis yang dapat diterima adalah di bawah 49 Paskal/cm2. Untuk masker non medis, perbedaan tekanan yang dapat diterima, pada keseluruhan masker, harus di bawah 100 Paskal. Masker dari kain katun pada umumnya ketika digunakan mempunyai kemampuan bernafas namun filtrasinya lebih rendah. Faktor kualitas penyaringan adalah faktor kualitas filtrasi yang digunakan; nilai efisiensi penyaringan (filtrasi) dan breathability yang tinggi menunjukan efisiensi keseluruhan lebih baik.

 

Syarat mutu

SNI 8914:2020 menetapkan syarat Masker dari kain sebagai berikut :

1. Daya tembus udara

Syarat daya tembus udara hanya berlaku untuk masker tipe A (untuk penggunaan umum) yaitu 15-65 cm3/cm2/detik.

Pengujian daya tembus udara dilakukan sesuai SNI 7648 (tentang Tekstil – cara uji daya tembus udara pada kain). Pengujian dilakukan dengan menggunakan seluruh lapisan secara bersamaan.

SNI 7648:2010, menjelaskan metoda untuk mengukur daya tembus udara pada kain dan dapat digunakan pada semua jenis kain, termasuk kain industri untuk tujuan teknik, nir tenun, dan barang tekstil buatan yang dapat ditembus udara.

 Daya tembus udara didefinisikan sebagai kecepatan aliran udara yang melewati contoh uji dengan luas tertentu secara tegak lurus dan terus menerus terhadap penurunan tekanan dan waktu tertentu.

Pada prinsipnya, besarnya aliran udara yang melewati area tertentu pada kain secara tegak lurus diukur terhadap perbedaan tekanan udara tertentu yang menembus permukaan kain dengan waktu yang telah ditentukan.

Pengambilan contoh dilakukan dengan memilih contoh sesuai dengan prosedur yang dilampirkan pada spesifikasi kain atau berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan mengenai hasil uji. Jika tidak ada spesifikasi, maka wajib ikuti cara pengambilan contoh sesuai Lampiran yang tertuang pada standar tersebut.

Ruangan standar untuk pengkondisian awal/ prekondisi, pengkondisian dan pengujian harus sesuai dengan ISO 139  (SNI 0261).

Laporan hasil pengujian daya tembus udara, harus memuat informasi berikut:

            a.        Informasi umum

1.    Nomor dan tahun publikasi standar SNI 7648:2010 dan tanggal pengujian;

2.    Semua informasi yang diperlukan untuk melengkapi identifikasi contoh uji dan jika dipersyaratkan mengenai indikasi yang menunjukkan adanya aliran udara yang melewati kain;

3.    Luas permukaan yang digunakan dalam cm2;

4.    Penurunan tekanan udara yang diterapkan, (dalam Pascal);

5.    Jumlah contoh uji yang diuji;

6.    Ruangan standar untuk pengkondisian dan pengujian yang diterapkan;

7.    Penyimpangan-penyimpangan dari prosedur jika ada.


            b.        Hasil uji

1.    Rata-rata daya tembus R dalam mm/detik atau m/detik;

2.    Koefisien variasi dalam %;

3.    Tingkat kepercayaan 95 %, dalam mm/detik atau m/detik.

 

2. Daya serap

Persyaratan daya serap < 60 detik ; berlaku untuk lapisan dalam dan semua tipe masker (tipe A, B dan C).

Pengujian daya serap dilakukan sesuai SNI 0279. SNI 0279:2013 Tekstil – Cara uji daya serap bahan tekstil.

Standar ini menetapkan cara uji daya serap bahan tekstil. Daya serap dinyatakan sebagai waktu pembasahan (dalam detik). Cara uji ini dilakukan untuk kain yang akan dicelup dan untuk kain yang akan dikerjakan dengan resin atau zat-zat penyempurnaan lainnya. Cara uji ini menentukan daya basah atau daya serap kain tenun dan kain rajut.

Prinsip pengujian yaitu setetes air diteteskan dari ketinggian tertentu pada permukaan contoh uji yang ditegangkan. Waktu menghilangnya pantulan langsung cahaya dari tetesan air diukur dan dicatat sebagai waktu pembasahan.

 Laporan hasil uji harus mencakup informasi mengenai standar yang digunakan, yaitu SNI 0279 dan rata-rata hasil uji.

SNI 7649, Tekstil – Ruangan standar untuk pengkondisian dan pengujian.

 

3. Kadar formaldehida bebas

Persyaratan kadar formaldehida bebas maksimum 70 mg/kg; untuk semua jenis masker.

Pengujian kadar formaldehida bebas dilakukan sesuai SNI ISO 14184-1.

 

4. Ketahanan luntur warna terhadap:

            a.        Pencucian ; berlaku untuk masker yang berwarna.

Pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian dilakukan sesuai SNI ISO 105-C06, program 4N.

            b.        Keringat asam dan basa; berlaku untuk lapisan dalam yang berwarna.

Pengujian tahan luntur warna terhadap keringat dilakukan sesuai SNI ISO 105-E04.

            c.        Saliva ; berlaku untuk lapisan dalam yang berwarna

Pengujian tahan luntur warna terhadap ludah (saliva) dilakukan sesuai SNI 8105. Standar Nasional Indonesia (SNI) 8105:2015, Tekstil – Cara uji tahan luntur warna terhadap ludah (saliva), disusun guna melengkapi SNI di bidang tekstil.

Tahan luntur warna didefinisikan sebagai perpindahan zat warna dari contoh uji ke kertas saring menggunakan larutan buatan.

 Ludah (saliva) didefinisikan sebagai air yang keluar dari mulut.

Untuk pembuatan larutan ludah buatan dapat menggunakan pereaksi dengan tingkat kemurnian pro analisis (pa) dan air yang digunakan minimal grade 3 sesuai ISO 3696, kecuali dinyatakan lain.

Evaluasi dilakukan dengan mengamati penodaan warna pada kertas saring dengan membandingkannya terhadap kertas saring asli. Penodaan warna pada kertas saring tersebut dinilai menggunakan skala abu-abu untuk penodaan warna mengacu pada SNI ISO 105 – A03.


Laporan hasil uji harus meliputi sekurang-kurangnya informasi berikut:

    a.        Nomor standar cara uji;

    b.        Larutan yang digunakan;

    c.        Hasil pengujian.

 

5. Zat warna azo karsinogen; berlaku untuk lapisan dalam yang berwarna; daftar senyawa amina sesuai SNI ISO 14362-1.

Pengujian zat warna azo karsinogen dilakukan sesuai SNI ISO 14362-1 dan SNI ISO14362-3.

Berlaku untuk semua jenis masker; bila kurang dari 30 mg/kg akan dilaporkan sebagai “Tidak digunakan”

 

6. Kadar logam ; berlaku untuk semua jenis masker dan  lapisan dalam yang berwarna

-   Arsen (As), maksimum 1,0  mg/kg

-   Timbal (Pb), maksimum 1.0 mg/kg

-   Kadmiun (Cd), maksimum 0.1 mg/kg

-   Kobalt (Co), maksimum 4.0 mg/kg

-   Tembaga (Cu), maksimum 50 mg/kg

-   Nikel (Ni), maksimum 4.0 mg/kg

-   Merkuri (Hg), maksimum 0.02 mg/kg

 

7. Ketahanan terhadap pembasahan permukaan (uji siram); berlaku untuk masker yang melalui proses penyempurnaan tahan air (water repelent); berlaku untuk lapisan luar.

Pengujian ketahanan terhadap pembasahan permukaan (uji siram) dilakukan sesuai SNI ISO 4920.

 

8. Kadar PFOS dan PFOA; berlaku untuk masker yang melalui proses penyempurnaan tahan air (water repelent); berlaku untuk lapisan luar.

Persyaratan minimum tidak terdeteksi (ug/m2) ; pengujian berdasarkan SNI 8360 dan apabila hasilnya kurang dari 1,0 ug/m2, maka harus dilaporkan sebagai “Tidak terdeteksi”.

 

9. Nilai aktivitas antibakteri; berlaku untuk masker yang melalui proses penyempurnaan antibakteri.

Persyaratan aktivitas anti bakteri meliputi Staphylococcus aureus, minimum 2,07 dan  Klabsiella pneumiae, minimum 0.42. Pengujian penentuan aktivitas antibakteri dilakukan sesuai SNI ISO 20743.

 

10. Efisiensi filtrasi bakteri

Persyaratan, hanya untuk masker tipe B, dengan efisiensi filtrasi bakteri > 60%

Pengujian penentuan efisiensi filtrasi bakteri menggunakan aerosol biologis Staphylococcus aereus dilakukan sesuai SNI 8489.

 

11. Tekanan differensial; berlaku hanya untuk masker tipe B dan C.

Persyaratan tekanan diferensial:

-   masker jenis B < 15 mm H20 / cm2

-   masker jenis C < 21 mm H2O / cm2

 

Pengujian tekanan diferensial dilakukan sesuai EN 14683

Tekanan diferensial didefinisikan sebagai daya tembus udara pada masker, diukur dengan menentukan perbedaan tekanan masker dengan kondisi aliran udara, temperatur dan kelembaban tertentu.

Tekanan diferensial merupakan indikator "kemampuan bernapas" dari masker.

Saat diuji sesuai dengan Lampiran standard, maka tekanan diferensial dari masker wajah medis harus sesuai dengan nilai yang diberikan untuk jenis yang relevan.

 Jika penggunaan perangkat pelindung pernapasan sebagai masker wajah diperlukan di ruang operasi dan / atau pengaturan medis lainnya, maka perangkat mungkin tidak memenuhi persyaratan kinerja terkait tekanan diferensial seperti yang ditetapkan dalam Standar tersebut. Dalam kasus seperti itu, perangkat harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam standar Alat Pelindung Diri (APD) yang relevan.

 

Informasi berikut harus dicantumkan dalam laporan pengujian:

            a.        Nomor dan tanggal Standar pengujian yang digunakan ;

            b.        Nomor lot atau kode batch dan deskripsi dari masker yang diuji;

        c.  Jumlah dan lokasi dari area masker yang diambil untuk digunakan pengukuran diferensial;

            d.        Flow rate selama pengujian;

            e.        Tekanan diferensial untuk setiap bidang benda uji yang diuji dan nilai rata-rata untuk setiap benda uji. Nilai rata-rata untuk setiap benda uji digunakan untuk menentukan klasifikasi akhir masker.

 

12. Efisiensi filtrasi partikulat

Persyaratan Efisiensi filtrasi partikulat, hanya untuk masker tipe C yaitu  > 60% ( sub micron  - 0.1 mikron).

Pengujian penentuan efisiensi filtrasi partikulat dilakukan sesuai ASTM F2299. Masker dari kain dinyatakan lulus uji apabila berdasarkan pengambilan contoh untuk pengujian dan penerimaan lot sesuai SNI ISO 3951-1 dengan AQL 2,5 % dan memenuhi semua persyaratan yang tercantum pada standard tersebut.

 

13. Pengemasan

Masker dari kain ini harus dikemas per buah dengan cara dilipat dan/atau dibungkus dengan plastik.

 

14 Penandaan

Penandaan pada kemasan masker dari kain sekurang-kurangnya harus mencantumkan:

-   merek;

-   negara pembuat;

-   jenis serat setiap lapisan;

-   anti bakteri, apabila melalui proses penyempurnaan anti bakteri;

-   tahan air, apabila melalui proses penyempurnaan tahan air;

-   label:”cuci sebelum dipakai”;

-   petunjuk pencucian;  

-   tipe masker dari kain.

 

 

Bekasi, November 2020.

 

Referensi :

 -   SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain

-   SNI 0279:2013 Tekstil – Cara uji daya serap bahan tekstil

-   SNI 7334:2009 Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) – Cara uji kadar logam terekstraksi

-   SNI 7648:2010 Tekstil - Cara uji daya tembus udara pada kain

-   SNI 8105:2015 Tekstil – Cara uji tahan luntur warna terhadap ludah (saliva)

-   ASTM F2299/F2299M − 03 (Reapproved 2017) Standard Test Method for Determining the Initial Efficiency of Materials Used in Medical Face Masks to Penetration by Particulates Using Latex Spheres

No comments:

Post a Comment

Auditor internal perlu memahami file desain dan pengembangan

  Usman Suwandi Auditor / trainer ISO 9001; ISO 14001, ISO 13485; ISO 50001; ISO 45001; ISO 22000, MDD     Pendahuluan File desa...